MOBILITAS SOSIAL
1. Pengertian Mobilitas Sosial
Semua orang pasti menginginkan untuk dapat memperoleh status dan penghasilan yang lebih tinggi dari pada apa yang pernah dicapai oleh orang tuanya. Semua orang pasti menginginkan suatu kehidupan yang serba berkecukupan, bahkan kalau mungkin berlebihan. Keinginan-keinginan itu adalah normal, karena pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas. Seperti halnya kalau kita menanyakan tentang cita-cita dari seorang anak, maka ia akan menjawab pada suatu status yang kebanyakan mempunyai konotasi pada penghidupan yang baik. Hanya saja apakah keinginan-keinginan, impian-impian dan cita-cita itu berhasil atau sama sekali gagal dalam proses perjalanan seseorang itulah yang kita sebut “Mobilitas Sosial”.
Konsep Dan Ruang Lingkup Mobilitas Sosial.
Mobilitas mempunyai arti yang bermacam-macam, pertama, mobilitas fisik (mobilitas geografis) yaitu perpindahan tempat tinggal (menetap/sementara) dari suatu tempat ke tempat yang lain. Kedua, mobilitas sosial yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial ini terdiri dari dua tipe, yaitu mobilitas sosial horisontal dan vertikal. Mobilitas sosial horisontal diartikan sebagai gerak perpindahan dari suatu status lain tanpa perubahan kedudukan. Jadi dalam mobilitas sosial horisontal ini, tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang. Sedangkan mobilitas sosial vertikat yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu status sosial ke status sosial lainnya, yang tidak sederajat. Mobilitas sosial vertikai ini jika dilihat dari arahnya, maka dapat dirinci atas dua jenis, yaitu gerak perpindahan status sosial yang naik (social dimbing) dan gerak perpindahan status yang menurun (social sinking). Pengertian mobilitas sosial ini mencakup baik mobilitas kelompok maupun individu. Misalnya keberhasiian keluarga Pak A merupakan bukti dari mobilitas individu; sedang arus perpindahan penduduk secara bersama-sama (bedo desa) dari daerah kantong-kantong kemiskinan di P. Jawa ke daerah yang lebih subur sehingga tingkat kesejahteraan mereka relatif lebih baik dibanding di daerah asal, merupakan contoh mobilitas kelompok. Ketiga, Mobilitas psikis, yaitu merupakan aspek-aspek sosial-psikologis sebagai akibat dari perubahan sosial. Datam
hal ini adalah mereka yang bersangkutan mengalami perubahan sikap yang disertai tentunya dengan goncangan jiwa.
Konsep mobilitas tersebut dalam prakteknya akan saling berkaitan satu sama lain, dan sulit untuk menentukan mana sebagai akibat dan penyebabnya. Sebagai contoh untuk terjadinya perubahan status sosial, seseorang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya karena ketiadaan lapangan kerja, atau sebaliknya mobilitas sosial seringkali mengakibatkan adanya mobilitas geografi yang disertai dengan segala kerugian yang menyakitkan, yakni lenyapnya ikatan sosial yang sudah demikian lama terjalin. Demikian halnya mobilitas geografis akan mempengaruhi terhadap mobilitas sosial yang dimbing maupun sinking, bahkan sekaligus mempengaruhi mobilitas mental atau psikis dari individu maupun masyarakat.
2. Sifat Dasar Mobilitas Sosial
Dalam dunia modern, banyak negara berupaya untuk meningkatkan mobilitas sosial, dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat mobilitas sosial akan menjadikan setiap individu dalam masyarakat semakin bahagia dan bergairah. Tentunya asumsi ini didasarkan atas adanya kebebasan yang ada pada setiap individu dari latar belakang sosial manapun dalam menentukan kehidupannya. Tidak adanya diskriminasi pekerjaan baik atas dasar sex, ras, etnis dan jabatan, akan mendorong setiap individu memilih pekerjaan yang paling sesuai bagi sendirinya.
Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial setiap individu berbeda, dan tidak ada diskriminasi pekerjaan, maka mereka akan tetap merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Apabila tingkat mobilitas sosial rendah, maka hal ini akan menyebabkan banyak orang terkungkung dalam status sosial para nenek moyang mereka.
Tinggi rendahnya mobilitas sosial individu dalam suatu masyarakat sangat ditentukan oleh terbuka tidaknya kelas sosial yang ada pada masyarakat. Pada masyarakat yang berkelas sosial terbuka maka masyarakatnya memiliki tingkat mobilitas tinggi, sedang pada masyarakat dengan kelas sosial tertutup, maka masyarakat tersebut memiliki tingkat mobilitas sosial yang rendah.
3. Bentuk Mobilitas Sosial
Apabila kita bicara tentang mobilitas sosial, umumnya dalam benak kita mempersepsikan tentang terjadinya perpindahan status dari suatu tingkat yang rendah ke suatu tingkat status yang lebih tinggi; pada hal mobilitas dapat berlangsung dalam dua arah. Bila kita amati perjalanan hidup sekelompok individu, maka sebagian ada yang berhasii mencapai status yang lebih tinggi, beberapa orang mengalami kegagalan (status lebih rendah), dan selebihnya tetap pada tingkat status yang dimiliki oleh orang tua mereka.
Manfaat
Kerugian
Terbukanya kesempatan bagi individu/ masyarakat untuk mengembangkan kepribadiaanya.
Menimbulkan kecemasan dan ketegangan yang disebabkan karena mobilitas menurun
Status seseorang tidak ditentukan oleh diri sendiri yang didasarkan atas pres tasi, kemampuan dan keuletan.
Munculnya kecemasan dan ketegangan sebagai akibat peran baru dari status jabatan yang ditingkatkan.
Terbukanya kesempatan untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
Terjadinya keretakan hubungan antar anggota primer, yang disebabkan karena perpindahan status yang lebih tinggi atau status yang lebih rendah.
Munculnya konflik status dan peran, konftik antar kelas sosial, antar kelompok sosial dan antar generasi
Dalam berbagai kasus menunjukkan bahwa pada umumnya mobilitas mengambil bentuk dalam dua arah. Tingkat mobilitas individu maupun kelompok yang menurun maupun naik (meningkat), merupakan salah satu tolak ukur dari masyarakat yang bersistem sosial terbuka, dan unsur positif maupun negatif dari sistem pewarisan tidak cukup kuat menyaingi faktor prestasi sebagai faktor penentu utama dari kedudukan sosial. Namun
demikian apabila dalam kenyataan semua orang tetap berada pada jenjang kelas sosial orang tua mereka (antar generasi), ini merupakan tolak ukur dari masyarakat yang bersistem sosial tertutup, dimana pewarisan status (berkaitan dengan generasi sebelumnya) lebih menonjol daripada prestasi.
Mobilitas sosial merupakan suatu fenomenal proses sosial yang wajar dalam masyarakat yang menjunjung demokrasi. Pada masyarakat ini mobilitas merupakan suatu hal yang baik, di mana pengakuan terhadap individu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki sangat terbuka lebar, sehingga tidak ada lagi suatu jerat yang membatasi seseorang untuk menduduki status yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Pada masyarakat yang mobil, disamping bersifat menguntungkan karena manfaat yang diperoleh dari mobilitas tersebut, namun demikian juga tetap memiliki konsekuensi negatif (kerugian).
4. Faktor Penentu Mobilitas Sosial
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi terhadap tingkat mobilitas sosial? Untuk menjawab hal ini tentulah tidak mudah, karena begitu banyaknya variabel yang menentukan tingkat mobilitas sosial. Dalam tulisan ini faktor penentu mobilitas sosial dibedakan dalam dua hal, pertama faktor struktur, yaitu faktor yang menentukan jumlah refatif dari kedudukan tinggi yang harus diisi dan kemudahan untuk memperolehnya. Faktor struktur ini meliputi; struktur pekerjaan, ekonomi ganda (dualistic economics), dan faktor penunjang dan penghambat mobilitas itu sendiri. Kedua, faktor individu, dalam hal ini termasuk didalamnya adalah perbedaan kemampuan, orientasi sikap terhadap mobilitas, dan faktor kemujuran.
a. Faktor Struktur
1) Struktur Pekerjaan
Secara kasar aktivitas ekonomi dibedakan dalam dua sektor, yaitu sektor formal dan sektor informal. Kedua sektor tersebut tentunya memiliki karekteristik yang berbeda, dimana sektor formal memiliki sejumlah kedudukan mulai dari rendah sampai kedudukan
yang tinggi; sedang sektor informal lebih banyak memiliki kedudukkan yang rendah dan sedikit berstatus tinggi. Perbedaan aktivitas ekonomi ini jelas akan mempengaruhi tingkat mobilitas masyarakat yang terlibat di dalamnya. Demikian halnya pada masyarakat yang aktivitas ekonominya didominasi oleh sektor pertanian dan penghasilan bahanbahan baku (pertambangan, kehutanan) lebih banyak memiliki status kedudukan rendah, dan sedikit kedudukan yang berstatus tinggi, sehingga tingkat mobilitasnya rendah. Tingkat mobilitas pada negara-negara maju, mengalami peningkatan seiring dengan semakin berkembangnya industrialisasi.
2) Ekonomi Ganda
Dilihat dari sudut ekonomi, suatu masyarakat dapat ditandai atas dasar jiwa sosial (social spirit), bentuk-bentuk organisasi dan teknik-teknik yang mendukungnya. Ketiga unsur itu saling berkaitan dan menentukan ciri khas dari masyarakat yang bersangkutan, maksudnya adalah bahwa jiwa sosial, bentuk organisasi dan teknik yang unggul akan menentukan gaya dan wajah masyarakat bersangkutan. Oleh karena itu ketiga unsur ini, dalam kaitan suatu dengan yang lainya dapat disebut sebagai sistem sosial, gaya sosial, atau iklim sosial masyarakat yang bersangkutan. Di negara-negara berkembang ternyata perkembangan ekonomi menimbulkan beberapa jenis dualisme, yaitu kegiatan-kegiatan ekonomi dari keadaan-keadaan ekonomi serta keadaan lainnya daiam suatu sektor tidak mempunyai sifat-sifat seragam, dan sebaliknya dapat dengan tegas dibedakan dalam dua golongan. Pertama adalah kegiatan-kegiatan atau keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh unsur-unsur yang bersifat tradisional, dan yang kedua adalah berbagai kegiatan-kegiatan atau keadaan-keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh unsur-unsur modern. Dualisme ekonomi itu dapat kita lihat antara sektor pertanian tradisional, yang dicirikan oleh tingkat produktifitas yang rendah dan menyebabkan tingkat pendapatan masyarakat berada pada tingkat yang lazim disebut dengan istilah tingkat pendapatan subsiten. Sedangkan pada sektor ekonomi modern, dicirikan dengan tipe ekonomi pasar, dimana kegiatan masyarakat dalam meproduksi sebagian besar ditujukan untuk pasar. Adanya
dualisme ekonomi ini, tentunya akan mempengaruhi terhadap cepat tidaknya mobilitas itu berlangsung dan besar-kecilnya kesempatan untuk melakukan mobilitas.
3) Penunjang dan Penghambat Mobilitas
Anak-anak yang berasal dan kelas sosial menengah pada umumnya memiliki pengalaman belajar yang lebih menunjang mobilitas naik daripada pengalaman anak-anak kelas sosial rendah. Para sarjana teori konflik berpandangan bahwa ijazah, tes, rekomendasi, "jaringan hubungan antar teman (merupakan jaringan hubungan antara teman-teman dekat dalam suatu jenis profesi atau dunia usaha. Mereka saling tukar-menukar informasi dan rekomendasi menyangkut kesempatan kerja, sehingga menyulitkan bagi orangorang luar" untuk dapat menerobosnya), dan diskriminasi terang-terangan terhadap kelompok ras maupun kelompok etnik minoritas, serta orang-orang dari kelas sosial rendah. untuk melakukan mobilitas-naik; di lain pihak, faktor penghambat tersebut juga menutup kemungkinan terjadinya mobilitas-menurun bagi kelompok orang dari kelas sosial atas. Di samping faktor penghambat, terdapat pula faktor penunjang mobilitas yang bersifat struktural, sebagai misal adalah adanya undang-undang anti diskrimiasi, munculnya lembaga-lembaga latihan kerja baik yang dibiayai oleh pemerintah atau LSM-LSM, merupakan faktor penunjang penting untuk terjadinya mobilitas-naik bagi banyak orang dari status sosial rendah.
b. Faktor Individu
1) Perbedaan Kemampuan
Apakah kemampuan itu? Bagaimana cara mengukurnya? dan Bagaimana kemampuan mendukung terhadap keberhasilan hidup dan mobilitas? Adalah merupakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan semua pihak. Namun demikan, perbedaan kemampuan yang ada pada masing-masing individu
merupakan salah satu indikator penting yang menentukan keberhasilan hidup dan tingkat mobilitas.
2) Perbedaan Perilaku yang Menunjang Mobilitas
Yang dimaksudkan dengan perilaku penunjang mobilitas adalah suatu pandangan atau orientasi sikap individu terhadap mobilitas. Perbedaan orientasi sikap individu terhadap mobilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pendidikan, kesenjangan nilai, kebiasaan kerja, pola penundaan kesenangan, kemampuan “cara bermain”; dan pola kesenjangan nilai.
a) Pendidikan
Pendidikan merupakan tangga mobilitas yang utama. Walaupun kadar penting-tidaknya pendidikan pada semua jenjang pekerjaan tidaklah sama. Untuk jabatan-jabatan karir seperti dokter, guru, ahli hukum, dan sebagainya, peran pendidikan sangatlah menunjang. Tetapi latar belakang pendidikan seseorang mungkin tidak diperlukan untuk kadar-karir sebagai olahragawan, seniman penghibur, dan lain-lain. Namun yang pasti peran pendidikan disini lebih menekankan pada upaya untuk mengembangkan kemampuan seseorang untuk menyalurkan dan memanfaatkan informasi sebagaimana yang diperlukan.
b) Kebiasaan Kerja
Kebiasan kerja seseorang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan dan masa depan seseorang. Meskipun kerja keras tidaklah menjamin terjadinya mobilitas-naik, namun tidaklah banyak orang yang dapat mengalami mobilitas naik tanpa kerja keras.
c) Pola Penundaan Kesenangan
Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian - bersakit-sakit dahulu. bersenang-senang kemudian". Ini merupakan suatu pepatah yang menggambarkan pola penundaan kesenangan (PPK). Sebagai contoh: orang yang lebih senang menyimpan uangnya untuk ditabung dari pada untuk kesenangan jangka pendek; para siswa, yang lebih tekun membaca buku dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, dari pada bermain
kartu atau membuang-buang waktu. ini adalah contoh penerapan pola penundaan kesenangan. Kunci dari pada pola penundaan kesenangan adalah adanya perencanaan untuk masa depan dan adanya keinginan yang kuat untuk merealisasikan rencana tersebut.
d) Kemampuan "Cara Bermain"
"Cara bermain" dan atau seni "penampilan diri" mempunyai peran penting dalam mobilitas-naik. Bagaimana menjadi orang yang sangat disenangi dan dapat diterima oleh lingkungannya; bagaimana menjadi orang yang dapat bekerjasama dengan orang lain. Ini semua mungkin merupakan faktor penting yang mempengaruhi kebehasilan penampilan diri secara positif bukanlah berarti meremehkan kemampuan, namun justru melalui penampilan diri merupakan sarana/media yang dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan kemampuan.
e) Pola Kesenjangan Nilai
Pola kesenjangan nilai merupakan suatu perilaku dimana seseorang mempercayai segenap nilai yang diakui, tetapi tidak melakukan upaya untuk mencapai sasarannya atau mengakui kesalahan pribadi sebagai penyebab kegagalannya dalam mencapai sasaran. Qrang semacam ini bukanlah hipokrit, tetapi mereka hanya tidak menyadari bahwa pola perilakunya tidak searah dengan tujuannya. Sebagai contoh: hampir semua orang tua menginginkan anak-anaknya mempunyai prestasi yang baik di sekolah, tetapi mereka mengabaikan nasihat-nasihat guru dan tidak menekankan agar anak-anaknya belajar dengan baik di rumah.
f) Faktor Keberuntungan/ Kemujuran
Banyak orang yang benar-benar bekerja keras dan memenuhi semua persyaratan untuk menjadi orang yang berhasil, namun tetap mengalami kegagalan; sebaliknya, keberhasilan kadangkala justru "jatuh" pada orang lain yang jauh persyaratan. Faktor kemujuran/keberuntungan ini jelas tidak mungkin dapat diukur dan merupakan alasan umum bagi suatu kegagalan, namun faktor ini tetap tidak dapat dipungkiri sebagai salah satu faktor dalam mobilitas.
Dalam beberapa pembahasan di atas, lebih banyak berkisar tentang determinan (faktor penentu mobilitas-naik). Bagaimana dengan diterminan mobilitas-menurun? Pada
dasarnya semua faktor penentu mobilitas-naik adalah juga sebagai faktor penentu mobilitas menurun. Sebagai contoh adalah faktor struktur, pada saat negara Indonesia mengalami krisis ekonomi maka banyak perusahaan mengalami gulung tikar, terjadi stagnasi ekonomi dan penurunan produktifitas, serta penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi, kondisi krisis yang dialami negara kita ini cenderung akan meningkatkan jumlah orang yang harus kehilangan status sosial. Adapun faktor-faktor individu seperti pendidikan, kebiasan kerja; keberuntungan-menentukan siapa yang harus mengalami penurunan status.
RANGKUMAN
 Mobilitas sosial adalah gerakan atau perpindahan individu dari suatu kedudukan ke kedudukan lainnya dalam masyarakat. Kedudukannya yang baru dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah. Faktor-faktor yang dapat menghambat proses mobilitas sosial yaitu kebudayaan, asal-usul, tradisi, dan keadaan ekonomi.
Bentuk-bentuk mobilitas sosial yaitu mobiltas horizontal dan vertical. Mobilitas horizontal merupakan peralihan individu dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Sedangkan mobilitas vertikal adalah perpindahan individu dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang terdiri dari dua macam yaitu mobilitas sosial yang naik dan mobilitas sosial yang turun.
Mobiltas antargenerasi adalah mobilitas yang ditandai dengan adanya perkembangan taraf hidup atau status sosial dalam suatu garis keturunan.
Pada lapisan masyarakat tertutup mobilitas vertikal relatif lamban karena kedudukannya sudah ditentukan sejak individu itu dilahirkan. Pada lapisan masyarakat terbuka, kedudukan apa yang hendak dicapai oleh seseorang atau kelompok bergantung pada kemampuan individu itu sendiri.
Saluran-saluran mobilitas sosial vertikal antara lain angkatan bersenjata, lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, organisasi politik, dan organisasi ekonomi.
Konsekuensi dari adanya mobilitas sosial akan mengakibatkan beberapa kemungkinan terhadap individu dan kelompok. Misalnya, konflik antarkelas sosial, antarkelompok sosial, dan antargenerasi.
PEMIKIRAN-PEMIKIRAN BANGSA BABILONIA:
1. Aritmatika dan Ilmu Geometri
Aritmatika dan semacam ilmu Geometri yang sudah dikenal di kalangan bangsa orang Mesir dan Babilonia. Pada umumnya penemuan mereka masih sangat bersifat sederhana. Namun, penalaran dedukatif dari premis-premis umum adalah hasil inovasi dari orang Yunani.4
2. Astrologi Bangsa Babilonia
Ahli astronomi bangsa Babylonia telah lama dikenal unggul di dunia peradaban kuno. Beberapa ribu tahun sebelum Copernicus, mereka telah menyadari bahwa bumi dan planet-planet lain berbentuk bulat dan bahwa mereka berputar mengelilingi matahari. Dengan pengetahuan ini mereka dapat secara akurat memprediksi gerhana matahari dan bulan. Banyak pelajar modern berasumsi bahwa bangsa Babylonia membangun ilmu astronomi mereka sendiri, untuk memenuhi kebutuhan akan perhitungan yang akurat dari ilmu astrologi mereka yang kompleks. Secara mengejutkan, hasil terjemahan teori bangsa Babylonia baru-baru ini mengindikasikan bahwa posisi dan pergerakan dari bintang dan planet dihitung berdasarkan persamaan yang kompleks dari peradaban Bangsa Sumeria. Bangsa Babylonia nampaknya tidak memiliki pemahaman tentang teori dasar dari formula ini, hanya mengetahui bagaimana menggunakannya saja.5
3. Sains
Bangsa Babilonia adalah bangsa kuno yang juga memberikan subangsih besar dalam masalah sains. Hal ini yang kemudian menjadi dasar pemikiran para filsuf Yunani dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Diantara karya besar bangsa Babilonia dalam bidang sains adalah pembagian hari menjadi 24 jam, pembagian lingkaran menjadi 360 derajat, siklus gerhana (yang bisa memastikan tanggal gerhana bulan, dan memperkirarkan tanggal gerhana matahari). Karya pemikiran bangsa Babilonia tersebut kemudian menjadi bahan yang dipelajari oleh filsuf Yunani, Thales.
Thales dari Militus (sekitar 625 – 545 SM) adalah filsuf pertama zaman Yunani kuno. Ia adalah pedagang pertama yang melakukan perjalanan ke Mesir ia kemudian memperoleh pengetahuan geometri dan ke Mesopotamia untuk mempelajari Astronomi. Ia dihormati atas kemampuannya meramalkan terjadinya gerhana matahari. Ia pun mengenal mitos penciptaan alam semesta yang dianut oleh bangsa Mesir dan Babilonia.
4. Agama
Bertand Rusel dalam tulisannya mengemukakan, agama bangsa Mesir dan Babilonia, sebagaimana kepercayaan kuno lainnya, pada mulanya berupa kultus kesuburan. Bumi adalah betina, matahari jantan. Lembu jantan lazimnya disebut dengan kesuburan pria sehingga dewa-dewa lembu banyak yang dipuja dan disembah. Di Babilonia, Isthar adalah dewa bumi yang tinggi kedudukannya diantara dewi-dewi lainnya.
Ketika kaum koloni Yunani di Asia Kecil menemukan kuil-kuil pemujaan Ishtar, mereka menamainya Artemis dan mengambil alih kultus yang ada. Ini adalah asal-usul Diana dari Ephesia, yang merupakan sebutan Latin untuk Artemis. Penganut Nasrani
9
kemudian mentransformasikannya menjadi Perawan Maria, yang kemudian dilegitimasikan menjadi “Mother of God.”. Seperti halnya di seluruh Asia Barat, dewa yang agung dipuji dengan pelbagai nama.6
5. Seni tulis menulis Penggambaran dan pencitraan dewa dewi seperti layaknya manusia sebenarnya merupakan konsekuensi dari kenyataan historis bahwa dewa-dewi yang diyakini adalah ciptaan atau kreasi dari manusia.
Seni tulis menulis untuk pertama kalinya ditemukan di Mesir kira-kira pada tahun 4000 SM, dan di Babilonia tidak lama kemudian. Di masing-masing itu tulisan bermula dari gambar-gambar yang objek yang di acu. Gambar-gambar tersebut dengan cepat mengalami konsevsionalisasi, sehingga kata-kata lantas ditampilkan dengan indigrom-indigrom seperti masih terdapat di Cina. Dalam jangka ribuan tahun, system yang bertele-tele ini berkembang menjadi tulisan alfabetis. Bangsa Yunani mengenal dan mempelajari seni tulis menulis dari bangsa Phoenicia. Bangsa Phoenicia dalam hal seni tulis menulis di pengaruhi oleh bangsa Mesir dan Babilonia. Bangsa Yunani, dengan meminjam dari bangsa Phoenicia, merombak abjad-abjad itu agar sesuai dengan bahasa mereka, dan melakukan penyempurnaan penting penambahan huruf-huruf hidup terhadap alphabet yang hanya terdiri dari huruf mati. Ditemukannya metode penulisan yang praktis ini tak layak lagi telah mendorong perkembangan peradaban Yunani.7
Angka-angka Babilonia dulunya ditulis dalam bentuk cuneiform (bentuk runcing), menggunakan alat tulis dari tanaman
reed berujung runcing untuk menulis di atas sepotong tanah liat yang mana akan dijemur di matahari untuk mengeraskannya untuk membuat rekaman permanen.
Orang-orang Babilonia menggunakan sistem angka sexagesimal (basis 60) yang diambil dari Sumeria. Karena sudah jelas sistem mereka memiliki sistem desimal dan mereka menggunakan 60 sebagai satuan terkecil kedua, bukannya 100 seperti yang kita gunakan sekarang, makanya lebih tepatlah kalau sistem ini dianggap sebagai sistem campuran dari basis 10 dan basis 6. Sexagesimal masih ada sampai saat ini, dalam bentuk derajat, menit, dan detik di dalam trigonometri dan pengukuran waktu.8
B. Perkembangan alam pikiran manusia pada zaman Babilonia
Manusia yang mempunyai rasa ingin tahu terhadap rahasia alam mencoba menjawab dengan menggunakan pengamatan dan penggunaan pengalaman, tetapi sering upaya itu tidak terjawab secara memuaskan. Pada manusia kuno untuk memuaskan pertanyaan tersebut mereka menjawab sendiri. Misalnya kenapa ada pelangi mereka membuat jawaban, pelangi adalah selendang atau kenapa gunung dapat meletus jawabannya karena yang berkuasa marah. Dari hal itu kemudian timbul pengetahuan tentang bidadari dan sesuatu yang berkuasa. Pengetahuan baru itu muncul dari kombinasi antara pengalaman dan kepercayaan yang disebut mitos. Cerita-cerita mitos disebut legenda. Mitos dapat diterima karena keterbatasan pengindraan, penalaran dan hasrat ingin tahu yang harus dipenuhi. Sehubungan dengan kemajuan zaman maka lahirlah ilmu pengetahuan dan metode ilmuah.
Puncak pemikiran mitos adalah pada zaman Babilonia yaitu kira-kira 700-600 SM. Orang Babilonia berpendapat bahwa alam
semesta ini sebagai ruangan setengah bola dengan bumi yang datar sebagai lantainya dan langit serta bintang-bintang sebagai atapnya. Namun yang menakjubkan mereka mengenal ekleptika sebagai bidang edar matahari dan menetapkan perhitungan satu tahun yaitu satu kali matahari beredar ketempat semula, yaitu 365,25 hari. Pengetahuan dan ajaran tentang orang Babilonia setengahnya merupakan dugaan, imajinasi, kepercayaan atau mitos pengetahuan semacam ini disebut Pseudo science (sains palsu).
545
69. Mata Pelajaran Sosiologi untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah
Aliyah (MA)
A. Latar Belakang
Sosiologi ditinjau dari sifatnya digolongkan sebagai ilmu pengetahuan murni
(pure science) bukan ilmu pengetahuan terapan (applied science). Sosiologi
dimaksudkan untuk memberikan kompetensi kepada peserta didik dalam
memahami konsep-konsep sosiologi seperti sosialisasi, kelompok sosial, struktur
sosial, lembaga sosial, perubahan sosial, dan konflik sampai pada terciptanya
integrasi sosial. Sosiologi mempunyai dua pengertian dasar yaitu sebagai ilmu
dan sebagai metode. Sebagai ilmu, sosiologi merupakan kumpulan pengetahuan
tentang masyarakat dan kebudayaan yang disusun secara sistematis berdasarkan
analisis berpikir logis. Sebagai metode, sosiologi adalah cara berpikir untuk
mengungkapkan realitas sosial yang ada dalam masyarakat dengan prosedur dan
teori yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Dalam kedudukannya sebagai sebuah disiplin ilmu sosial yang sudah relatif lama
berkembang di lingkungan akademika, secara teoretis sosiologi memiliki posisi
strategis dalam membahas dan mempelajari masalah-masalah sosial-politik dan
budaya yang berkembang di masyarakat dan selalu siap dengan pemikiran kritis
dan alternatif menjawab tantangan yang ada. Melihat masa depan masyarakat
kita, sosiologi dituntut untuk tanggap terhadap isu globalisasi yang di dalamnya
mencakup demokratisasi, desentralisasi dan otonomi, penegakan HAM, good
governance (tata kelola pemerintahan yang baik), emansipasi, kerukunan hidup
bermasyarakat, dan masyarakat yang demokratis.
Pembelajaran sosiologi dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan
pemahaman fenomena kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran mencakup
konsep-konsep dasar, pendekatan, metode, dan teknik analisis dalam pengkajian
berbagai fenomena dan permasalahan yang ditemui dalam kehidupan nyata di
masyarakat. Mata pelajaran Sosiologi diberikan pada tingkat pendidikan dasar
sebagai bagian integral dari IPS, sedangkan pada tingkat pendidikan menengah
diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri.
B. Tujuan
Mata pelajaran sosiologi bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut.
1. Memahami konsep-konsep sosiologi seperti sosialisasi, kelompok sosial,
struktur sosial, lembaga sosial, perubahan sosial, dan konflik sampai dengan
terciptanya integrasi sosial
2. Memahami berbagai peran sosial dalam kehidupan bermasyarakat
3. Menumbuhkan sikap, kesadaran dan kepedulian sosial dalam kehidupan
bermasyarakat.
546
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup mata pelajaran Sosiologi meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Struktur sosial
2. Proses sosial
3. Perubahan sosial
4. Tipe-tipe lembaga sosial.
547
D. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Kelas X, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Memahami perilaku keteraturan
hidup sesuai dengan nilai dan
norma yang berlaku dalam
masyarakat
1.1 Menjelaskan fungsi sosiologi sebagai
ilmu yang mengkaji hubungan
masyarakat dan lingkungan
1.2 Mendeskripsikan nilai dan norma yang
berlaku dalam masyarakat
1.3 Mendeskripsikan proses interaksi sosial
sebagai dasar pengembangan pola
keteraturan dan dinamika kehidupan
sosial
Kelas X, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Menerapkan nilai dan norma
dalam proses pengembangan
kepribadian
2.1 Menjelaskan sosialisasi sebagai proses
dalam pembentukan kepribadian
2.2 Mendeskripsikan terjadinya perilaku
menyimpang dan sikap-sikap anti sosial
2.3 Menerapkan pengetahuan sosiologi
dalam kehidupan bermasyarakat
548
Kelas XI, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Memahami struktur sosial serta
berbagai faktor penyebab konflik
dan mobilitas sosial
1.1 Mendeskripsikan bentuk-bentuk struktur
sosial dalam fenomena kehidupan
1.2 Menganalisis faktor penyebab konflik
sosial dalam masyarakat
1.3 Menganalisis hubungan antara struktur
sosial dengan mobilitas sosial
Kelas XI, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Menganalisis kelompok sosial
dalam masyarakat multikultural
2.1 Mendeskripsikan berbagai kelompok
sosial dalam masyarakat multikultural
2.2 Menganalisis perkembangan kelompok
sosial dalam masyarakat multikultural
2.3 Menganalisis keanekaragaman
kelompok sosial dalam masyarakat
multikultural
549
Kelas XII, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Memahami dampak perubahan
sosial
1.1 Menjelaskan proses perubahan sosial
di masyarakat
1.2 Menganalisis dampak perubahan
sosial terhadap kehidupan masyarakat
2. Memahami lembaga sosial 2.1 Menjelaskan hakikat lembaga sosial
2.2 Mengklasifikasikan tipe-tipe lembaga
sosial
2.3 Mendeskripsikan peran dan fungsi
lembaga sosial
Kelas XII, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
3. Mempraktikkan metode penelitian
sosial
3.1 Merancang metode penelitian sosial
secara sederhana
3.2 Melakukan penelitian sosial secara
sederhana
3.3 Mengkomunikasikan hasil penelitian
sosial secara sederhana
E. Arah Pengembangan
Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk
mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan
penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.