Tunggu Aku, Sebentar Saja
Badan Satria tergadah menghadap ke atas langit, memandangi langit luas tanpa menjangkau ujung-ujungnya. Kemudian, ia kembali memandangi sebuah foto kecil berukuran dompet dari tangan kirinya. Perlahan ia mengelus-elus benda itu sembari tersenyum.
Di dalam foto itu terdapat sejuta kenangan indah yang mengendap, bak bukit kapur yang terkena sedimentasi. Satria sedang tersenyum bersama seorang gadis yang amatcantik di sampingnya. Rambutnya hitam pekat berkilauan serta kedua matanya yang cukup sipit. Si gadis juga ikut tersenyum riang bersamanya.
Sebuah foto yang diabadikan dua tahun lalu, ketika ulang tahun Laura yang ke 20. Satria datang membawa sebuah kado, berupa sweater lengkap beserta syal putih tebalnya. Dan di foto itu, Laura tersenyum manis sambil memegangi syal yang melilit di lehernya. Itu adalah yang pertama kali dan terakhir kalinya bagi Satya melihat sang pujaan hatinya memakai benda pemberiannya.
Karena semenjak enam bulan lalu hubungan mereka berakhir. Laura yang memintanya untuk putus dengan alasan ia sudah tidak ada persaan apa-apa lagi pada Satria. Namun, Satria masih harus memutar otaknya karena ia pikir itu bukanlah alasan yang utama, mengingat Laura adalah seorang gadis yang sangat tulus dan tidak ahli dalam berkamuflase.
Semenjak berpisah tak ada lagi senyuman dari bibir mungilnya, tak ada lagi suara-suara merdu yang melintasi telinga Satria. Dua hal yang terlalu indah dari Laura, hingga Satria tak bisa melupakannya walau setitik bayangannnya saja. Yang paling menyakitkan bagi Satria adalah ketika melihat Laura begitu cepat memilih orang lain untuk menggantikan posisinya. Laura juga tak lagi pernah menganggapnya ada, walau itu hanya sebatas teman belaka.
Satria seperti musuh baginya. Tapi, di balik itu semua, sakithati Satria selalu dapat ditutupi oleh rasa cintanya yang terlanjur membukit. Ia bertekad, bagaimanapun Laura memperlakukannya sekarang atau nanti, ia akan tetap menjadi Satria yang dulu tanpa kebencian sedikitpun.
******
Motor bebek Satria mulai berpacu di suasana pagi yang masih sangat basah. Lantas ia segera berangkat ke suatu tempat yang biasa ia datangi tiap pagi. Sebuah jalan dipinggir kota yang biasa dilewati Laura saat berangkat dan pulang kampus, menjadi tujuannya. Meski telah putus, Satria selalu menyempatlan diri untuk melihat keadaan Laura. Walau dari jarak yang cukup jauh, ia bersyukur masih bisa melihat wajah Laura.
Namun terkadang, ia juga harus menahan sakit hati saat melihat laura bersama pria lain melintas di hadapannya. Ia akan menunduk dan segera berlalu.
******
Jalanan mulai sepi, senja datang perlahan mengusik kekuasaan matahari. Satria bangun dari posisinya yamg sejka tadi merebahkan diri di tanah. Sejenak ia merenggangkan otot-otot punggungnya yang dirasa kaku. Udara mulai dingin dan pandangan mata tak sejelas tadi.
Sambil membenarkan duduknya di sepeda, secara kebetulan sesuatu yang ia pikirkan sejak tadi muncul. Kemunculan laura bersama pria lain semakin membuat Satria patah arah. Satria berpura-pura tidak mengetahui keberadaan mereka, ia cepat-cepat berlalu dari tempat itu. Betapa sangat jelas kemesraan yang ditunjukkan Laura kepada Gio, pacar barunya. Dan betapa keras pula hatinya tak dapat mersakan penderitaan Satria selama ini.
Laura bisa tertawalebar di hadapan Gio,namun tak sudi sedetikpun untuk membagi senyumnya untuk Satria. Mungkinkah Laura sekarang sangat membencinya? Hanya Laura sendiri dan Tuhan yang tahu.
******
“Sat, jangan ke sana ” ujar Lanny, sahabat baik Satria.
“Emang di kelas ada apa?” Tanya Satria penasaran.
“Pokoknya jangan masuk dulu deh, nanti malah nyesel !” ujar Lanny meyakinkan Satria.
Satria tidak memperdulikan larangan Lanny, ia menjadi tambah penasaran. Ia melangkah seenaknya hingga memecahkan pot bunga di sepan kelas, semua penghuni kelas sontak kaget. Rupanya di dalam ada Laura bersama Gio tengah bercanda.
Semua mata tertuju pada Satria yang tertegun, ia bingung dan salah tingkah. Apalagi ia dibuat cemburu berat karena pemandangan barusan, semakin membuatnya gelisah bukan makin. Kemudian ia berusaha berlari menjauhi kelas, namun lengannya berhasil di jangkau oleh Laura.
“Kamu mau ke mana?” Tanya Laura dengan tatapan sedingin es.
“Aku…aku mau pergika kantin” jawab Satria gugup.
“Kenapa kamu lari? Kamu liat aku sama Gio seperti ngeliat hantu aja!!!”
“Nggak bukan begitu, aku Cuma...” kalimat Satria menggantung
(Satria berupaya mengalihkan perhatian Laura dengan memungut sebuah buku di lantai)
“Ini, aku cari buku ini” jelas Satria tertatih
(Berupaya menahan genangan air matanya yang sejak tadi ingin ditumpahkan)
Satria langsung pergi meninggalkan Laura yang tertegun
******
Handphone Satria berdering, sebuah pesan masuk dari seseotang yang diberinya nama “Harapanku”
Dari : Harapanku
“Tolong berhenti brharap sama aku, aku sdh gak punya prasaan apa2 lg sama kamu. Karena skrg aku udah punya Gio. Lupakan semuanya”. Satria mengerutkan keningnya. Lagi-lagi ia harus sakit hati.
Namun, Satria lebih memilih diam dalm keterpurukannya. Ia masih tetap berharap ada celah yang mungkin bisa dioerbaiki dari hubungannya bersama Laura.
******
Satria menemui Lanny, sahabat baiknya. Ia butuh seseorang untuk mendengar segala keluh kesahnya.
“Gimana ini Lanny?” Tanya Satria putus asa.
“Maksud kamu hubungan kamu sama si Laura?”
“Iya, aku bingung sama keadaan. Sekarang Laura benci banget sama aku, gimana mau balikan kalo begini?”
“Hmmm mungkin itu udah yang terbaik buat kalian berdua. Kalo memang udah ditakdirkan berpisah mau apalagi”
“Gak semudah itu Lanny!!!”
“Kamu yang penting ikhlas Satria,kalo dia emang jodohsama kamu. Dia gak akan pergi keman-mana kok”
Satria menggelang-gelengkan kepalanya, ia semakin merasa dipersulit keadaan. Melupakan Laura adalah hal tersulit baginya.
******
Satu per satu kotak keramik dilalui oleh gerak kaki Satria yang putus asa. Setelah dari Lanny, ia seperti bertambah gila. Semakin ia berusaha lupa tentang Laura, wajah cantiknya selalu muncul di benaknya dengan sangat jelas. Tanpa ia sadari telah tiba di depan kelas. Perlahan ia mengangkat kepalanya yang daritadi menunduk.
Suasana kelas cukup ramai, tapi Satria enggan lekas masuk karena ada Laura di dalam yang melihatnya tajam. Satria melanjutkan langkahnya bermaksud meninggalkan kelas, namun Lanny yang baru saja tiba menarik lengan kirinya.
“Loh Sat, mau kemana?” Tanya Lanny.
“Oh mau jalan-jalan sebentar”
“Gimana sih ! Bentar lagi kan dosennya dateng, kamu mau bolos?”
(dengan ekspresi seperti polisi sewaktu menilang pengendara motor)
“Oh gitu ya..” jawab Satria pasrah
“Yuk”
(Menarik paksa tubuh Satria agar lekas masuk kelas)
Di kelas, Lanny duduk berdampingan dengan Laura dan Satria tepat berada di belakangnya. Mereka bertiga diam seribu bahasa, suasana baru cair ketika Lanny mengajak Satria bercanda sampai tertawa cekikikan. Meski sangat dekat, Satria sungkan untuk menatap ke arah Laura.
Ia khawatir nantinya Laura akan memalingkan wajahnya dan pindah temapt duduk. Akhirnya jam kuliah usai, Satria membenahi buku-bukunya dengan cepat dan segera menuju pintu.
“Sat, kok buru-buru? Gak mau pulang bareng?” Tanya Lanny
“Maaf Lan, aku masih ada urusan. Kamu pulang sama…”
(Mengisyaratkan Lanny bahwa ia bisa apulang bersama Laura)
“Laura, kamu sekarang mau gak pulang sama aku?” pinta Lanny
“Maaf Lan, aku dijemput Gio”
“Oh iya deh, gak apa-apa kalo kalian pada gak bisa. Aku bisa pulang sendiri, hehehe”
(Laura dan Satria tersenyum kecut pada Lanny)
******
Satria sebenarnya berbohong, ia tak punya urusan apa-apa setalh jam kuliah usai. Hanya saja ia tak ingin lama-lama berhadapan dengan Laura, maka persaannya akan campur aduk. Ia hanya berjalan pelan mengitari seluruh kampus, tanpa sadar ia kembali ke tampatnya semula. Ia kembali berada di depan kelas. Karena suasana kampus sudah mulai sepi, suara-suara kecil mudah terdengar.
Tiba-tiba suara kursi terjatuh terdengar dari kelasnya, Satria kaget dan mengintipnya dari balik pintu. Ternyata Laura yang menjatuhkan kursi itu, entah apa yang ia lakukan sendirian di sana . Yang pasti wajahnya pucat dan seperti tak sanggup lagi untuk berjalan. Satria bertambah khawatir saat Laura terjatuh ke lantai. Ia ingin segera bangkit dan membantunya berdiri. Tapi Gio telah mendahuluinya, Gio menggendong Laura menuju mobilnya.
Satria hanya tertegun di tempat persembunyiannya.
******
“Hallo Lanny?” Tanya Satria lewat telpon
“Iya Sat, kenpa?”
“Kamu tahu gak Laura sakit apa? Tadi aku ketemu dia seperti orang mau pingsan!”
“Hmmm mungkin kecapean aja kali, aku juga gak tahu. Coba deh Tanya sendiri” usul Lanny
“Ah gak mungkin, dia mana mau ngomong sama aku. Ya udah, makasih ya”
“Oke”
******
Dengan persaannya yang sangat khawatir, Satria masih menyempatkan diri untuk menjenguk salah satu temannya yang dirawat di rumah sakit. Dan lagi-lagi ia bertemu Laura dan Gio, namun kali ini mereka berada di salah satu ruang dokter. Satria memperhatikannya dari luar. Matanya terbelalak saat tahu kalau Laura di dalam sana memakai sweater serta syal pemberiannya.
Tak bisa dibohongi jika hatinya merasa sangat bahagia ketika Laura mengenakan benda pemberiannya.
“Laura, kamu sakit apa?”
(Laura shock melihat Satria tiba-tiba berada di hadapannya)
“Aku gak sakit kok!” ucapnya ketus sambil meninggalkan Satria yang masih heran.
******
Satu minggu kemudian, Laura tidak masuk kuliah. Dan itu berlanjut hingga minggu-minggu berikutnya. Tidak ada yang tahu secara pasti keberadaannya. Satria juga tak pernah melihat Laura di jalan yang biasa ia lewati selama ini. Di tengah lamunannya tentang keberadaan Laura, sebuah panggilan tak dikenal dari seseorang.
“Ini Satria?”
“Bener, di sini Satria”
“Tolong ke sini sekarang juga ya, ntar alamatnya aku kirim sebentar lagi”
Siapakah dia? Membatin Satria.
Suara seorang lelaki yang terdengar sangat khawatir, tak lama kemudian Satria beranjak menuju ke sebuah alamat yang dikirimkan untuknya. Ternyata alamat itu adalah sebuah rumah sakit umum.
Satria kebingungan sendiri di lobby rumah sakit, kemudian Gio datang menghampirinya.
“Ada seseorang yang ingin ketemu sama kamu Sat!”
(Ekspresi wajahnya langsung berubah saat ditemui Gio)
“Siapa?” Tanya Satria dingin
“Ikut aku, kamu akan segera tahu”
Gio membawanya ke sebuah kamardan menyuruhnya segera masuk.
Rupanya di dalam sudah ada Laura yang terbaring sakit, wajahnya sangat pucat dan bedannya mulai kurus.
“Laura” sapa Satria heran
“Mendekat Satria” ucap laura setengah berbisik
“Kamu bilang kamu gak sakit kan ?”
(Mulut Satria disentuh telunjuk Laura, tanda ia harus menghentikan pertanyaannya)
“Sat, bisa ambilin sayal putihku di kursi itu” pinta Laura sambil menunjuk ke arah kursi.
(Satria mengangguk dan segera mengambilkannya)
“Bisa pasangin di leherku?”
Syal itu dililitkan ke leher Laura dengan penuh perhatian oleh Satria.
“Apa kamu bisa jelasin ini semuanya laura?” Tanya Satria
Laura tak memperdulikan pertanyaan Satria, ia malah menarik lengan Satria agar mendekat, kemudia memelukanya sangat erat.
“Aku cinta kamu Satria” ujar Laura menangis
“Ada apa ini Laura?”
“Aku mohon Satria, beri aku waktu sebentar saja buat ada di pelukan kamu. Biar aku tenang, biar aku punya semangat lagi untuk bisa lebih lama sama kamu”
Satria bertambah bingung bukan kepalang, tapi ia menuruti permintaan Laura untuk tidak mengungkit masalah itu sekarang.
******
Satria bermalam di rumah sakit, ia senang karena akhirnya Laura telah kembali ke sisinya. Namun ia juga khawatir dan bingung dengan keadaan yang berubah sedrastis ini. Laura akhirnya bisa tertawa lagi ketika berada di sisinya. Ini adalah sebuah malam yang sangat didambkanoleh Satria selama ini.
******
Pagi datang, malam melayang. Satria terbangun dari sofa yang dekat dengan kasur Laura berbaring. Kemudian ia tersadar jika Laura sudah tidak ada di sana , kasurnya rapi. Dan semua barang-barangnya juga tidak ada. Kemudian ia berlari keluar dengan memanggil nama Laura sekeras mungkin.
Ia histeris, lalu Gio datang menenangkannya dengan membawa sebuah surat .
To : Satria
Satria, maaf, maaf, dan maaf. Mungkin belum cukup untuk buat kamu maafin aku. Maafkan aku karena selama ini sudah bikin kamu sakit hati. Mungkin dari awal harusnya aku bilang kalau aku sedang sakit, makakejadiaannya gak akan serumit ini. Aku cuman gak ingin orang yang sayang sama aku jadi kasihan kalo tahu aku sedang sakit parah. Selama enam bulan berpisah aku berupaya untuk bikin kamu membenci aku dan melupakan aku Sat. Tapi aku salah menyangka bagaimana rasa cinta kamu sama aku. Kamu tetapperlakukan aku seperti dulu meski aku selalu berlaku buruk. Kamu tetap menjaga aku meski dari jauh, kamu tetap khawatir meski aku selalu bikin kamu sakit hati. Selama ini aku tak mengerti Sat, tapi perlahan aku mencoba untuk memahaminya. Memahami saat kamu berlinang air mata ketika melihatku mesra dengan Gio, memahami bagaimana khawatirnya kamu saat melihatku hampir pingsan di kelas. Dan memahami seberapa besar cinta kamu buat aku. Mungkin saat kamu baca suratku ini, aku sudah tak berda di sana . Mungkin aku sedang berada di pesawat untuk pengobatan ke luar negeri. Semoga Gio menyampaikan surat ini unutkmu, dia adalah sepupuku yang sengaja bantuin aku dalam sandiwara ini. Aku benar-benar ingin sembuh sekarang Sat, karena harapanmu selama ini membuat aku punya semangat untuk sembuh. Biar aku bisa lihat senyummu, harapanmu, dan cintamu. Tunggu aku…sebentar saja.
Laura
Nama : riza afita surya
Kelas : xii apa 5/25
0 komentar: