Komodo is one of the 17,508 islands that make up the Republic of Indonesia. The island has a surface area of 390 km² and over 2000 inhabitants. The inhabitants of the island are descendants of former convicts who were exiled to the island and who have mixed themselves with the Bugis from Sulawesi. The population are primarily adherents of Islam but there are also Christian and Hindu minorities.
Komodo is part of the Lesser Sunda chain of islands and forms part of the Komodo National Park. Particularly notable here is the native Komodo dragon. In addition, the island is a popular destination for diving. Administratively, it is part of the East Nusa Tenggara province.The island is famous not only for its heritage of convicts but also for the unique fauna which roam it. The Komodo dragon, the world's largest living lizard, takes its name from the island. A type of monitor lizard, it inhabits Komodo and some of the smaller surrounding islands, as well as part of western Flores.
[edit] Pink Beach
Pink Beach which rare in the world is located in Komodo Island. Pink sand is formed from pieces of red Foraminifera, so mix with white sand it will reflect pink light to dark pink on the reef changing by waves.[1]
[edit] Sail Indonesia 2011
Komodo island will be more popularized by Sail Indonesia 2011 on June with about 120 yachts from at least 20 countries and will start from the provincial city of Kupang through Alor, Lembata, Maumere, Ende, Rote Ndao, Sabu, Sumba Timur, Riung, Sumba Tengah and Labuan Bajo as the mouth of Komodo island.[2]
(Riza Afita Surya) History, Education, Art, Social Enthusiastic
Bab I
ALARM RING
Bunyi alarm disertai getarannya terdengar di keindahan mimpiku yang tiba-tiba dirusaknya. Serasa membuka pintu yang digembok setara dengan beratnya aku membuka mata ini. “Bangun…bangun…sholat shubuh”! suara ibuku terdengar sangat lantang dari kamar mandi , hal itu ia lakukan setiap hari untuk membangunkan kami agar disiplin dan taat ibadah. Aku langsung beranjak ke kamar mandi untuk segera berwudhu’ sebelum ibu bertambah garang.
“Cuma bangun kok susahnya minta ampun?” celoteh ibuku, dari pada kuping panas dengerin omelan ibu yang itu-itu saja lebih baik langsung sholat shubuh saja. Jam menunjukkan pukul 06.45 tepat bel masuk sekolah, hampir saja terlambat. Dengan semangat ’45 akumanuju kelas yang untungnya terletak di depan. Meski sedikit ngos-ngosan ku coba menyembunyikannya, tetapi pada akhirnya tupai meloncat akhirnya jatuh juga.
“Duh…Ry, masih pagi udah keringetan! Emang abis jogging ya?” Tanya Rani dengan rasa penasarannya setelah melihatku berantakan dan sedikit berbau matahari tiba-tiba nongol. Seperti lagunya Avril “Innocence” aku menjawab dengan santai “oh…gak ada apa-apa kok Cuma latihan buat penilaian olahraga ntar!”. Huu akhirnya dia percaya juga setelah lagakku ala Avril itu.
Rania adalah temanku yang gendut, berkaca mata dan murah senyum. Dia adalah teman yang paling dekat denganku,meski…sering sekali menghabiskan jatah jajanku.
Selain Rani aku masih punya dua lagi, yaitu Nuri dan Anggi. Nuru cewek berambut cepak, kedua orang tuanya pemilik warung pecel tersohor di wilayahku. Parahnya, uang sauknya yang banyak tidak pernah ia belikan pulpen, setiap hari karena kabaikanku dia selalu saja nebeng. Apa nasehat terbaik untuj teman seperti itu?. Satu lagi si Anggi lengkapnya Anggi Rahmawati, berambut panjang, suara cempreng, tuguh kerempeng. Dia tergolong temanku yang keadaan ekonominya sedikit kurang beruntung dari kami malahan bisa dibilang pas-pasan. Tapi semua variasi itulah yang membuat persahabatan kami langgeng dan tidak menjadikannya sebagai tolok ukur dalam mencari seorang sahabat.
Sejalan degan lairan konformitas yang kami anut, kita tidak berhak mendeskriminasi teman. Apakah dia cantik ataupun kaya. Anggi, dia kadang-kadang sedikit berlebihan, kami selalu berbagi satu sama lain. Contonya satu kerupuk seharga 500 perak kami habiskan berempat. Hal itu kita jalani setiap hari, kecuali jika Rani absent maka jatah kami akna bertambah. Rani adalah teman kami yang paling doyan makan dan paling sering kami jadikan bahan ejekan sesaat. Yang kupelajari darinya dia tidak pernah marah dengan ejekan-ejekan konyol kami.
Bab 2
FAMILY
Sebelum cerita ini dibhas lebih dalam, kau perkenalkan diriku terlebih dahulu. Nama lengkapku Riry Zhidianita berusia tiga belas tahun, aku masih duduk di kelas dua SMP. Aku juga merupakan anak kedua dari dua bersaudara , sementara kakakku adalah sisiwi kelas dua SMA dalam arti kami hanya berselisih tiga tahun. Wilayah yang kami tempati letaknya cukup dekat dengan sekolahku, tak heran jika aku sering mengentengkan saat berangkat ke sekolah.
Aku dan kakakku dilahirkan dari seorang ibu rumah tangga biasa tapi sangat luar biasa di mata kami, sementara ayahku PNS yang juga membuka usaha bengkel. Seringkali bengkel merupakan tempat favorit, di sana aku dapat membantu ayah dan dapat tip tambahan. Hobiku sangat kompleks, seperti termenung memimpikan masa depan dan menulis puisi-puisi dalam bahasa inggris, lain lagi dengan kakakku yang lebih feminine dan sangat bertolak belakang dengan sifatku ini.
Sejak kecil kami tak hentinya bertengkar mulai dari hal sekecil tahi cicak sampai masalah sebesar tahi kucing. Setiap hari kulalui dengan teman-teman di sekolah dan acah pendapat dengan kakak, pati hanya itu. Maalam hilang pagi datang, bisingnya suara sepeda motor ayah menandakan bahwa hari ini akan dimulai kembali. Kami berangkat ke sekolah masing-masing, aku diantar oleh ayah dan kakak bersepeda sendirian.
to be continued...
ALARM RING
Bunyi alarm disertai getarannya terdengar di keindahan mimpiku yang tiba-tiba dirusaknya. Serasa membuka pintu yang digembok setara dengan beratnya aku membuka mata ini. “Bangun…bangun…sholat shubuh”! suara ibuku terdengar sangat lantang dari kamar mandi , hal itu ia lakukan setiap hari untuk membangunkan kami agar disiplin dan taat ibadah. Aku langsung beranjak ke kamar mandi untuk segera berwudhu’ sebelum ibu bertambah garang.
“Cuma bangun kok susahnya minta ampun?” celoteh ibuku, dari pada kuping panas dengerin omelan ibu yang itu-itu saja lebih baik langsung sholat shubuh saja. Jam menunjukkan pukul 06.45 tepat bel masuk sekolah, hampir saja terlambat. Dengan semangat ’45 akumanuju kelas yang untungnya terletak di depan. Meski sedikit ngos-ngosan ku coba menyembunyikannya, tetapi pada akhirnya tupai meloncat akhirnya jatuh juga.
“Duh…Ry, masih pagi udah keringetan! Emang abis jogging ya?” Tanya Rani dengan rasa penasarannya setelah melihatku berantakan dan sedikit berbau matahari tiba-tiba nongol. Seperti lagunya Avril “Innocence” aku menjawab dengan santai “oh…gak ada apa-apa kok Cuma latihan buat penilaian olahraga ntar!”. Huu akhirnya dia percaya juga setelah lagakku ala Avril itu.
Rania adalah temanku yang gendut, berkaca mata dan murah senyum. Dia adalah teman yang paling dekat denganku,meski…sering sekali menghabiskan jatah jajanku.
Selain Rani aku masih punya dua lagi, yaitu Nuri dan Anggi. Nuru cewek berambut cepak, kedua orang tuanya pemilik warung pecel tersohor di wilayahku. Parahnya, uang sauknya yang banyak tidak pernah ia belikan pulpen, setiap hari karena kabaikanku dia selalu saja nebeng. Apa nasehat terbaik untuj teman seperti itu?. Satu lagi si Anggi lengkapnya Anggi Rahmawati, berambut panjang, suara cempreng, tuguh kerempeng. Dia tergolong temanku yang keadaan ekonominya sedikit kurang beruntung dari kami malahan bisa dibilang pas-pasan. Tapi semua variasi itulah yang membuat persahabatan kami langgeng dan tidak menjadikannya sebagai tolok ukur dalam mencari seorang sahabat.
Sejalan degan lairan konformitas yang kami anut, kita tidak berhak mendeskriminasi teman. Apakah dia cantik ataupun kaya. Anggi, dia kadang-kadang sedikit berlebihan, kami selalu berbagi satu sama lain. Contonya satu kerupuk seharga 500 perak kami habiskan berempat. Hal itu kita jalani setiap hari, kecuali jika Rani absent maka jatah kami akna bertambah. Rani adalah teman kami yang paling doyan makan dan paling sering kami jadikan bahan ejekan sesaat. Yang kupelajari darinya dia tidak pernah marah dengan ejekan-ejekan konyol kami.
Bab 2
FAMILY
Sebelum cerita ini dibhas lebih dalam, kau perkenalkan diriku terlebih dahulu. Nama lengkapku Riry Zhidianita berusia tiga belas tahun, aku masih duduk di kelas dua SMP. Aku juga merupakan anak kedua dari dua bersaudara , sementara kakakku adalah sisiwi kelas dua SMA dalam arti kami hanya berselisih tiga tahun. Wilayah yang kami tempati letaknya cukup dekat dengan sekolahku, tak heran jika aku sering mengentengkan saat berangkat ke sekolah.
Aku dan kakakku dilahirkan dari seorang ibu rumah tangga biasa tapi sangat luar biasa di mata kami, sementara ayahku PNS yang juga membuka usaha bengkel. Seringkali bengkel merupakan tempat favorit, di sana aku dapat membantu ayah dan dapat tip tambahan. Hobiku sangat kompleks, seperti termenung memimpikan masa depan dan menulis puisi-puisi dalam bahasa inggris, lain lagi dengan kakakku yang lebih feminine dan sangat bertolak belakang dengan sifatku ini.
Sejak kecil kami tak hentinya bertengkar mulai dari hal sekecil tahi cicak sampai masalah sebesar tahi kucing. Setiap hari kulalui dengan teman-teman di sekolah dan acah pendapat dengan kakak, pati hanya itu. Maalam hilang pagi datang, bisingnya suara sepeda motor ayah menandakan bahwa hari ini akan dimulai kembali. Kami berangkat ke sekolah masing-masing, aku diantar oleh ayah dan kakak bersepeda sendirian.
to be continued...
Gue benci orang serakah, pengin yang terbaik sih yang terbaik...tapi jangan semua diikutin dong, kalo udah dapet ya sudah ambil, jangan malah ditinggalin. Ratusan ribu orang gagal tembus snmptn...tapi anda malah menyia-nyiakannya. Saya tau anda pintar, tapi bukan berarti anda selalu mengambil kesempatan orang lain.
Wayang is an Indonesian word for theatre (literally "shadow").[1] When the term is used to refer to kinds of puppet theatre, sometimes the puppet itself is referred to as wayang. Performances of shadow puppet theatre are accompanied by gamelan in Java, and by "gender wayang" in Bali.
UNESCO designated Wayang Kulit, a shadow puppet theatre and the best known of the Indonesian wayang, as a Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity on 7 November 2003. In return for the acknowledgment, UNESCO required Indonesians to preserve their heritage.[2]
UNESCO designated Wayang Kulit, a shadow puppet theatre and the best known of the Indonesian wayang, as a Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity on 7 November 2003. In return for the acknowledgment, UNESCO required Indonesians to preserve their heritage.[2]
Bunaken is an island of 8 km², part of the Bunaken National Marine Park. Bunaken is located at the northern tip of the island of Sulawesi, Indonesia. It belongs administratively to the municipality of Manado. Scuba diving attracts many visitors to the island.
Bunaken National Park extends over an area of 890.65 km² of which only 3% is terrestrial, including Bunaken Island, as well as the islands of Manado Tua, Mantehage, Nain and Siladen.
The waters of Bunaken National Marine Park are up to 1,566 m deep in Manado Bay, with temperatures ranging between 27 to 29 °C. It has a high diversity of - corals, fish, echinoderms or sponges. Notably, 7 of the 8 species of giant clams that occur in the world, occur in Bunaken. It also claims to have seven times more genera of coral than Hawaii,[1] and has more than 70% of all the known fish species of the Indo-Western Pacific.[2]
Oceanic currents may explain, in part, why Bunaken National Marine Park has such a high level of biodiversity. Northeasternly currents generally sweep through the park but abundant counter currents and gyros related to lunar cycles are believed to be a trap for free swimming larvae. This is particularly true on the south side of the crescent-shaped Bunaken Island, lying in the heart of the park. A snorkeler or diver in the vicinity of Lekuan or Fukui may spot over 33 species of butterfly fish and numerous types of groupers, damsels, wrasses and gobies. The gobies, smallish fish with bulging eyes and modified fins that allow them to attach to hard surfaces, are the most diverse but least known group of fish in the park.
Bunaken National Park extends over an area of 890.65 km² of which only 3% is terrestrial, including Bunaken Island, as well as the islands of Manado Tua, Mantehage, Nain and Siladen.
The waters of Bunaken National Marine Park are up to 1,566 m deep in Manado Bay, with temperatures ranging between 27 to 29 °C. It has a high diversity of - corals, fish, echinoderms or sponges. Notably, 7 of the 8 species of giant clams that occur in the world, occur in Bunaken. It also claims to have seven times more genera of coral than Hawaii,[1] and has more than 70% of all the known fish species of the Indo-Western Pacific.[2]
Oceanic currents may explain, in part, why Bunaken National Marine Park has such a high level of biodiversity. Northeasternly currents generally sweep through the park but abundant counter currents and gyros related to lunar cycles are believed to be a trap for free swimming larvae. This is particularly true on the south side of the crescent-shaped Bunaken Island, lying in the heart of the park. A snorkeler or diver in the vicinity of Lekuan or Fukui may spot over 33 species of butterfly fish and numerous types of groupers, damsels, wrasses and gobies. The gobies, smallish fish with bulging eyes and modified fins that allow them to attach to hard surfaces, are the most diverse but least known group of fish in the park.
Total Tayangan Halaman
Cari Blog Ini
Mengenai Saya
Labels
Blog archive
- Maret 2019 (1)
- November 2017 (6)
- Oktober 2017 (1)
- Juli 2017 (3)
- Mei 2013 (3)
- Desember 2012 (1)
- Mei 2012 (1)
- Maret 2012 (3)
- Februari 2012 (13)
- Januari 2012 (17)
- Desember 2011 (8)
- November 2011 (15)
- Oktober 2011 (1)
- September 2011 (1)
- Juli 2011 (8)
- April 2011 (2)
- Maret 2011 (1)
- Desember 2010 (1)
- Oktober 2010 (7)
- September 2010 (1)
- Agustus 2010 (10)
- Juli 2010 (2)
- Juni 2010 (1)
- Mei 2010 (2)
- November 2009 (2)
Powered by WordPress
©
Rubrik Riza - Designed by Matt, Blogger templates by Blog and Web.
Powered by Blogger.
Powered by Blogger.