MAKALAH DINASTI MAURYA

BAB 1.
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kerajaan Maurya merupakan salah satu kerajaan yang memegang peranan penting dalam sejarah Asia Selatan. Penemuan dan peninggalannya adalah penemuan penting yang dapat menjelaskan bagaimana peradaban masyarakat India jaman dahulu. Sejarah tentang eksistensi kerajaan ini perlu kita pelajari, karena pengaruhnya pada dunia dan peninggalan-peninggalannya yang masih sangat berguna hingga masa sekarang.
Perlu diketahui bahwa peradaban pada masa ini telah dapat disejajarkan dengan peradaban-peradaban seperti Yunani, Mesir, dan Eropa yang telah maju. Pengetahuan tentang Sejarah kerajaan ini dapat menambah pengetahuan kita tentang sejarah dunia, selain itu dapat dikomparasikan dengan kerajaan-kerajaan nasional yang juga berpengaruh pada dunia kala itu.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana eksistensi dari Kerajaan Maurya?
2. Bagaimana pemerintahan dari Kerajaan Maurya?
3. Bagaimana zaman Andhra , Parthi, dan Kushan pada masa itu?
4. Bagaimana zaman Raja Gupta atau zaman emes di India?
5. Bagaimana zaman Raja Harsha pada masa itu?





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Eksistensi Kerajaan Maurya
Salah satu penemuan terpenting pada sejarah dan peradaban Asia selatan dalah eksistensi Kerajaan Magadha. Magadha berkuasa sekitar pada tahun 540 M di bawah kepemimpinan Bimbisara dan Ajatasatru. Pusat daerah kekuasaannya berada di Rajgir (dahulu Rajagriha). Perluasan dilakukan atas persaingan antara pemerintahan Ajatasatru dan Jaina terhadap kerajaan-kerajaan di sekitarnya.
Ajatasatru memindahkan ibu kota ke Pataliputra, daerah di tepi sungai Gangga. Daerah ini menjadi sangat makmur, terlebih saat diduduki oleh kerajaan Maurya. Berdasarkan tradisi Budha, Ajatasatru telah membunuh ayahnya, tetapi kemungkinan cerita hanyalah invasi dendam dari musuh. Mengingat Ajatasatru adalah rival dari Jaina.
Pada saat kerajaan dipimpin oleh Udaya (anak Ajatasatru), Magadha diserang oleh Darios dari Persia yang berhasil menaklukkan beberapa daerah di Sindh dan Punjab, dihulu sungai Indus. Dalam berita-berita tertulis bahwa Raja Persia mempunyai prajurit-prajurit yang yang berasal dari Bangsa India yang turut berjuang di tanah Yunani. Pada zaman itu daerah Sindh amat kaya dan subur sebab mendapat pengairan dari Sungai Indus.
Pada abad ke-5 SM sejarah tentang kerajaan Magadha mulai meredup, terdapat satu kisah yang amat terkenal. Salah satu keturunan Bimbisara yang tidak memiliki kekuasaan besar dibunuh dan digantikan oleh menterinya bernama Mahapadma Nanda dari golongan Sudra. Kemudian dari keturunan itulah yang memerintah Kerajaan Magadha selama sembilan kali berturut-turut sampai tahun 322 SM.
Sembilan Nanda tersebut yang telah meruntuhkan kekuasaan Bimbisara dan menduduki Magadha selama kurang dari satu abad. Namun kemudian, di tahun pemerintahan Nanda yang terakhir, raja yang berkuasa berhasil dibunuh oleh pemuda bernama Chandragupta Maurya, seorang pemuda dari kelas rendah dan tidak begitu dikenal. Kemudian bernama Chandragupta inilah yang melakukan konspirasi untuk meruntuhkan kekuasaan raja.
Dalam hal ini, terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai asal-usul Chandragupta. Berdasarkan salah satu sumber, Chandragupta bukan merupakan putra sah kerajaan. Ia dibantu oleh seorang asisten yang licik dan cerdik bernama Chanakya atau Kautilya. Konspirasi yang ia lakukan menemui kegagalan yang akhirnya mengharuskan para konspirator untuk melarikan diri ke Punjab.
Dari sinilah kemudian petunjuk tentang kerajaan-kerajaan India mulai dapat di telusuri. Sebelum diangkatnya Chandragupta menjadi raja, terjadi satu peristiwa penting yang sangat besar pengaruhnya untuk seluruh India, yaitu penyerbuan Iskandar Zulkarnain ke India Utara.
2.1.1. Penyerbuan Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain adalah raja yang terkenal dari Yunani dan dalam sejarah Barat. Misi Iskandar Zulkarnain untuk menguasai daerah lain di latarbelakangi oleh keinginan dari ayahnya untuk menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di Yunani dan wilayah Asia. Menurut kabar dari negara-negara yang pernah didatanginya, awalnya ia tidak mendapatkan perlawanan dari wilayah yang ia duduki.
Ia menyeberangi hulu sungai India dan memasuki Punjab. Ketika melalui sungai Jhilam, Iskandar menghadapi perlawanan hebat yang belum pernah dialami dalam tujuh tahun sejak ia menyerbu ke Asia. Tatkala sampai di tepi sungai Jhilam, raja negeri poros telah siap sedia menantikan kedatangannya. Semuanya membawa persenjataan lengkap. Namun kemudian raja Poros terpaksa menyerah karena banyak menelan korban luka-luka yang sangat parah.
Iskandar menghargai dan menghormati musuh-musuhnya, maka ia memerdekakan semua tawanan, mereka berjanji akan bekerja sama dengan Yunani. Perjalanan ke Lembah Gangga kembali diteruskan. Namun ketika tiba di tepi sungai Bias, para tentaranya protes dan tidak bersedia untuk berperang lagi. Mereka berharap ingin kembali ke Yunani karena sudah ditinggalkan selama tujuh tahun.
Untuk memenuhi permintaan tentaranya, Iskandar memutuskan supaya perang di India segera diselesaikan pada saat itu juga. Sebelum kembali ke Yunani, Ia mendirikan 12 candi sebagai simbol peringatan dan ucapan terima kasih kepada dewa-dewa. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 326 SM.
India terlepas dari genggaman Kerajaan Yunani saat Iskandar Zulkarnain meninggal. Tak lama setelah Iskandar wafat kerajaan yang berada di bawah kekuasaannya mulai runtuh dan pecah. Dalam jangka waktu tiga tahun daerah-daerah jajahan di India yang ditaklukkan dapat merebut kemerdekaannya kembali. Dengan demikian pengaruh Kerajaan Yunani di India lenyap. Zaman berikutnya tidak pernah disebut-sebut kejadian yang berhubungan dengan Raja itu.
Meskipun penjajahan politik lenyap dari India tidak berarti peristiwa itu tidak ada akibatnya. Karena sejak itu terjadilah hubungan yang erat antara India dengan negeri Barat. Perhubungan lalu lintas yang melalui jurang Khaibar sudah terbuka juga pertalian dengan kota-kota di pantai Persia. Hasil dan bahan-bahan dari india mulai mengalir ke negeri Barat dan sejak zaman itu terjadilah perhubungan antara Timur dan Barat.
2.1.2. Pemerintahan Raja-Raja Maurya
Sejak terdengar kabar wafatnya Iskandar di India, penduduk negeri itu langsung bertindak merebut kemerdekaannya dengan dipimpin oleh Chandragupta keturunan Raja Nanda di Magadha.
Diantara panglima-panglima Raja Iskandar ada seorang diantara mereka bernama Seleukos yang menguasai daerah bagian Timur yang melingkungi India utara. Dalam tindakannya ia dikalahkan oleh Chandragupta sehingga ia terpaksa berdamai ditahun 305 SM. Perdamaian itu amat besar artinya karena semenjak itu Seleukos mempunyai utusan di Pataliputra bernama Meghastenes. Ia menuliskan pengalamannya dengan rapi dan teliti. Surat-suratnya tersimpan dan menjadi sumber yang amat berharga untuk mengetahui keadaan kerajaan Chandragupta pada masa itu (322-298 SM) dan putranya yaitu Raja Bindusara (298-172 SM). Setelah Chandragupta menjadi Raja ia menulis undang-undang dan dinamai Kautilya-Arthasastra. Kitab itu juga mengandung hal-hal yang berharga untuk sejarah India lama, dan baru ditemukan di Tanjore oleh seorang ahli Hindu Shamasastri ditahun 1906.
Kitab Arthasastra menggambarkan Magadha sebagai suatu negeri yang maju dan mempunyai kebudayaan tinggi serta cara pertahanan yang teratur. Pusat segala kuasa adalah raja, di samping raja ada suatu badan penasihat tinggi. Pembesar negeri menerima gaji yang cukup supaya mereka tidak memeras penduduk.
Pertahanan di dalam negeri kuat sekali. Menurut keterangan Megasthenes bala tentara Magadha terdiri dari 600.000 serdadu berjalan, 30.000 serdadu menunggang kuda, 9000 ekor gajah dan 8000 kereta perang. Berita dari kaum Jaina, raja Chandragupta menarik diri dari pemerintahan dan menjadi pengikut Jaina sebab ia merasa berdosa terhadp rakyatnya sesudah terjadi kelaparan yang hampir 10 tahun lamanya. Ia diganti oleh putranya Bindusara (298-272 SM).
Riwayat raja ini tidak begitu terang. Ia diganti oleh putranya yang mendapat nama mashur dalam sejarah India ialah Ashoka Vardhana (272-232 SM). Sebelum naik tahta ia memegang kuasa raja muda di India Barat. Ia mengganti ketika masih remaja. Berlainan dengan nenek dan ayahnya, ia ternyata seorang yang lemah lembut, ramah dan suka berbakti, setia kepada agama dan mengasihi rakyatnya.
Ia terpaksa berperang untuk mengadakan ketentraman di Deccan dan menklukkan Kerajaan Kalingga. Setelah Raja Ashoka mendengar bahwa peperangan itu lebih kurang dari 100 ribu orang Kalingga binasa dan 150 ribu orang ditawan, ia amat sedih dan bersumpah tidak akan mengangkat senjata lagi untuk selama-lamanya. Makin lama tampak kerinduan raja untuk memeluk agama Budha.
Dengan resmi Raja Ashoka meninggalkan Agama Brahma, memeluk Agama Budha. Dari sikap raja ini teranglah bahwa agama Budha mendapat kedudukan sebagi agama kerajaan. Atas titah raja didirikan lebih kurang 48 ribu buah stupa. Untuk anaknya, Puteri Charumati yang sungguh berbakti kepada raja didirikan beberapa wihara bagi kaum wanita.
Sewaktu pemerintahan Ashoka seluruh India hampir dapat disatukan. Sejak itu dari pulau itu tiap tahun beratus-ratus orang berziarah ke daerah Benares. Sejak zaman Ashoka sampai sekarang pulau Zaeland adalah pusat pertahanan agama Budha.
Yang penting dalam sejarah pemerintahan Ashoka dan yang memashurkan namanya sampai sekarang ialah tulisan (prasasti) yang dipahat pada dinding dan tiang batu (zuilen). Sampai sekarang prasasti itu masih terpelihara serta dapat diselidiki dan ditafsirkan isinya oleh ahli-ahli kesusasteraan India.
Terang pula kesucian rohani raja itu sebab dari susunan kata-kata dan perasaan batin dalam prasasti itu dapat dirasakan bahwa isi yang terpahat dari sanubari raja sendiri, bukan buah pikiran menteri atu pandit raja. Pendidikan masyarakat saat itu didasarkan pada agama Budha.
Oleh sebab itu, Ashoka memerintahkan supaya tiap-tiap orang menghormati orang tuanya, leluhurnya dan orang-orang di atasnya. Perbuatan Ashoka yang penting berhubungan dengan ibadah ialah mendirikan rumah sakit dan rumah miskin serta menyediakan pondok untuk hewan yang sakit.
Kemashuran Ashoka sebagai raja dikarenakan perbuatan sikapnya yang bijaksana, beragama, berpendirian atas kemanusiaan dan mengakui hak kemerdekaan dari semua agama. Ternyata pemerintahan Ashoka merupakan kekuasaan yang mencapai puncak kejayaannya.
Setelah wafatnya Ashoka, kaum Brahma yang merasa kedudukannya amat dibelakangkan mengajak rakyat supaya melawan raja Dasaratha, putra Asoka. Akhirnya keturunan Asoka hanya dapat mempertahankan sebagian dari kerajaan itu.
Tahun 185 SM raja Maurya Brihadratha dibunuh oleh panglima perang Pushyamitra Sunga yang bertujuan merebut kekuasasan dari raja yang lemah. Keturunan Sunga memerintah 112 tahun lamanya.
Mula-mula Raja Kalingga yang ditaklukkan Ashoka merebut kembali kerajaannya sehingga Pushyamitra terpaksa mengadakan perdamaian. Raja-raja Sunga tidak menyukai agama Budha dengan dihidupkan lagi kebiasaan melakukan pengorbanan kuda.
Nyatanya, bahwa perbuatan tersebut merupakan penghinaan agama Budha. Kemudian raja Sunga dibunuh oleh menterinya Vasudeva yang akhirnya menjadi penggantinya (73 SM). Keturunannya bernama Kanva memerintah selama 45 tahun dan diganti oleh raja Andhra yang memerintah hampir 250 tahun lamanya.
2.1.3. Zaman Andhra, Parthi dan Kushan (185 SM-225)
Kerajaan Andhra didiami oleh Bangsa Dravida letaknya di Teluk Benggala, diantara sungai Godavari dan Krihsna. Sewaktu pemerintahan Ashoka kerjaan itu ditaklukkan dan diharuskan membayar upeti, namun kemudian kerajaan itu bertambah kuat sehingga seorang diantara mereka menduduki Kerajaan Maurya.
Selama raja Andhra memerintah Agama Brahma dan Budha mendapat penghargaan yang sama. Dalam masyarakat negeri Andhra terdapat empat golongan ;
1. Raja dan Kepala Daerah
2. Pegawai Negeri
3. Pekerja yang terdidik
4. Pekerja tangan
Kerajaan Andhra terkenal makmur sebab mempunyai perhubungan laut dengan luar negeri. Sampai sekarang belum diketahui bagaimana lenyapnya kerajaan itu. Sisa kerajaan Iskandar masih terdapat di Persia, yaitu Kerajaan Baktria. Penduduknya kebanyakan adalah penggembala ternak. Namun akhirya kerajaan tersebut ditaklukkan oleh Bangsa Parthi yang terus merebut Daerah Sungai Indus di India Barat. Di zaman inilah terjadi perpindahan Bangsa Asia tengah ke India. Raja yang terkenal dari Bangsa Parthi adalah Gondophares yang menurut berita raja inilah yang membawa Agama Kristen ke India.
India Utara menderita kerusakan disebabkan masuknya Bangsa Yue-Chi dari Tiongkok tengah. Setelah mengetahui kelemahan raja-raja Andhra, Bangsa Yue-chi ingin merebut India dengan menaklukkan daerah Gandhara dan Punjab. Dan kerajaan diganti dengan nama Kerajaan Kushan, diambil dari nama suku Bangsa Yue-Chi.
Raja Kushan yang termasyur bernama Kanishka, namanya disebut dalam kitab Budha di India, Tibet, dan Mongolia karena ia terkenal sebagai pembela Agama Budha. Pada waktu itu kerajaan Kushan menguasai India Utara, Lembah Gangga dan Indus jadi, belum seluruh kekuasaan Ashoka.
Dalam sejarah agama Budha terberita permusyawaratan besar diadakan diantara pemimpin agama Budha atas perintah Kanishka untuk menyelesaikan bermacam-macam perselisihan yang timbul dalam agama dan menyelidiki kitab-kitab mengenai ilmu agama dan filsafat agar dapat disatukan. Semua keputusan yang diambil ditulis pada tembaga dan disimpan dalam stupa dekat kota Srinagar.
Raja Kanishka memajukan kerajaan Kushan dengan memajukan budaya dalam sejarah India dinamakan masa Ghandara. Di negeri itu terdapat barang-barang kuno. Barang-barang itu kebanyakan terdiri dari lukisan pada dinding batu yang dipahat.
Diantara keturunan Kanishka ialah Vasudeva (182-220). Sewaktu pemerintahannya sudah tampak tanda-tanda keruntuhan. Mula-mula adanya penyakit Pest yang menular dari Babylon ke sebelah barat sampai Eropa hingga ke India yang mendatangkan maut berjuta-juta orang. Kejadian kedua kuasa Kerajaan Persia yang dipimpin Ardhasir makin mengencang. Kemudian kerajaan Kushan pecah belah dan lenyap dari sejarah. Dengan runtuhnya kerajaan Kushan dan Andhra sampai pada zaman Gupta.
2.1.4. Zaman Raja Gupta (320-656) atau Zaman Emas India
Pada abad ke empat mulailah kerajaan baru di India yaitu Kerajaan Gupta. Kerajaan ini hampir menyamai kerajaan Chandragupta dan Maurya. Raja yang pertama ialah Chandragupta I, ia memerintah dari tahun 320-330 dan diganti oleh putranya Samudragupta yang memerintah antara tahun 330-375.
Samudragupta terhitung sebagai raja yang termashur di India. Ia setia pada agama Hindu. Setelah ia dinobatkan ia mulai memerangi kerajaan yang terletak di sekitar kerajaannya dan menaklukkan daerah bernama Hindustan. Ia juga menaklukkan Kerajaan Kalingga dan Pallava di daerah Madras.
Keterangan itu memakan waktu lebih dari tiga tahun dan perjalanan lebih dari 3000 mil. Raja itu mengadakan perhubungan dengan Meghavarna, Raja Sailan yang beragama Budha. Salah satu hasil perhubungan ialah agama Budha mendapat perlindungan dari Samudragupta dan memberikan ijin untuk mendirikan wihara dekat pohon Bodhi Digaya.
Akan tetapi raja menghidupkan kembali pengorbanan kuda liar (Asvamedha) yang dibiasakan oleh Raja Pushyamitra seperti tanda peringatan Samudragupta menyuruh memahat kemenangan-kemenangannya itu pada batu.
Di bawah pemerintahan Chandragupta II Vikramaditya (375-415) kerajaan Gupta bertambah luas dan mempunyai pelabuhan-pelabuhan serta kapal untuk memudahkan perhubungan dengan negeri Arab dan Mesir. Menurut berita pendeta Budha Tiongkok yaitu Huen-Tsang mengatakan bahwa ia ada di India tahun 650, hanya melihat bekas kota itu saja.
Sewaktu pemerintahan Chandragupta II Vikramaditya Kerajaan Gupta sampai pada puncak kebesarannya. Setelah raja itu wafat tahun 415 Kerajaan Gupta lambat laun mundur terutama karena desakan bangsa Huna dari utara dan sikap raja penggantinya yang tidak cakap.
Kerajaan Gupta pun pecah belah. Di jaman Gupta kesusastraan Hindu mendapat perhatian dari pihak raja. Masa itu dipandang sebagai zaman emas dalam perkembangan kesusastraan Hindu. Pujangga yang termashur pada waktu itu adalah Kalidasa.
Tadi disebutkan setelah wafatnya Chandragupta II ancaman bangsa Huna makin menekan India, bangsa dari Asia Tengah itu pun membanjiri India. Bukan hanya India saja yang diserang namun Eropa juga.
Dalam tiap negeri mereka meninggalkan bekas-bekas penyerbuannya dengan membakar kota, pembunuhan yang besar-besaran, perampokan, membinasakan harta benda, dll. Dengan mudah bangsa itu mendirikan kerajaan baru di India utara yang dikuasai oleh Mihiragula (502), pahlawan yang sama bengisnya ialah Attila yang menggemparkan Eropa tahun 451.
Dengan kerjasama raja-raja India dapat melawan dan memecahkan kuasa Huna 528. Lebih dari 100 tahun India mengeluh di bawah tangan besi kerajaan Huna.
2.1.5. Zaman Raja Harsha (606-647)
Dalam sejarah India sebelum zaman Islam terdapat pemerintahan Harsha, raja Hindu. Dua buah sumber keterangan dapat disebutkan yaitu kitab yang ditulis oleh Hiuen Tsang tatkala ia mengunjungi India di tahun 630-644 ketika raja Harsha pada puncak kuasanya dan kitab Harsha-carita yang menjelaskan peristiwa yang terjadi selama pemerintahan Raja Harsha yang ditulis pujangga keraton bernama Bana.
Di tahun 604 ayahnya mengirim saudaranya yang sulung Rajavardhana dengan tentara yang kuat untuk memerangi bangsa Huna di sebelah utara. Tidak berapa lama ayahnya wafat dan diganti oleh putra mahkota, meskipun ada sebagian pembesar yang lebih suka pada Harsha tetapi ia menolak.
Raja yang baru terpaksa meninggalkan kota tempatnya untuk membalas perbuatan yang membunuh iparnya dan menganiaya adik perempuannya. Raja Malwa yang dicari itu dapat dikalahkan tetapi tidak lama kemudian raja sendiri dibunuh oleh beberapa penjahat.
Selama satu tahun pemerintahan kacau karena Harsha menolak permintaan rakyat mengganti saudaranya. Dan pada tahun 606 ia menerima permohonan itu akan tetapi sebagai pemangku. Pekerjaan pertamanya ia mencari adik perempuannya ke pegunungan.
Putri itu yang mempunyai kebijaksanaan dan watak yang luar biasa diangkat sebagai penasihat raja. Enam tahun kemudian Harsha dipilih menjadi raja bernama Maharajadhiraja Sri Harsha. Untuk memperkuat kerajaannya dengan memperluas daerah kekuasaan dari India utara sampai ke Teluk Benggala dan merubah nama kerajaan menjadi Kanauj.
Kesusastraan di zaman itu menarik minat raja sendiri dengan menulis syair-syair yang sampai sekarang masih terkenal. Seperti Kanishka dan Chandragupta II juga mengadakan permusyawaratan yang luhur dengan pemimpin agama Budha. Hal itu dituliskan oleh Hiuen Tsang saat perjalanannya di ibukota Kanauj di tahun 643.
Di tahun 647 raja Harsha wafat setelah memerintah 46 tahun. India tidak akan melupakan namanya, sebab ialah raja yang membawa keamanan dan kemakmuran serta membangkitkan India kembali dari penindasan bangsa Huna.
2.1.6. Zaman Kerajaan-Kerajaan di India utara, Deccan dan India Selatan.
Di India tengah dan selatan kebudayaan Hindu terus berkembang, setelah India utara dan Hindustan dikuasai oleh raja-raja Islam yang datang dari Persia dan Asia tengah.
Diantara kerajaan-kerajaan di India tengah yang amat kuat ialah kerajaan Chalukya sampai tahun 1190. Kerajaan kekuasaannya besar pada abad ke delapan ialah Rashtrakuta. Rajanya yang terkenal, Krishna I mendirikan candi Kailasa, dipahat si dalam gunung batu dekat Ellora, di daerah Hydrabad sekarang.
Agama Budha pada zaman itu mengalami kemunduran, sedangkan agama Hindu makin maju. Seperti yang telah diuraikan di atas penduduk Deccan (bangsa Dravida) sudah memiliki kebudayaan dan agamanya sendiri sebelum bangsa Arya datang dari utara.
Agama Budha yang disebarkan oleh Ashoka juga berkembang di daerah itu. Antara percampuran agama Brahma, Budha dan kepercayaan asli terbentuklah agama yang satu, yaitu agama Hindu. Hindu mengandung kebiasaan-kebiasaan, adat-adat dan aturan-aturan yang berakar pada kepercayaan asli dari masa sebelum kedatangan bangsa Arya.
India selatan adalah tanah yang subur terletak di daerah beriklim musim seperti Indonesia. Sejak zaman purbakala India selatan menjadi impian raja-raja di sebelah utara yang hendak menaklukkan daerah itu.
Kemudian mulai dari abad ke-4 sampai abad ke-8 terdengar kemashuran Kerajaan Pallava yang berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan yang tiga-tiganya adalah Pandya, Chola, dan Kerala atau Chera, dan juga memerangi kerajaan Chalukya di India tengah.
Asal-usul tentang bangsa Pallava hingga sekarang belum mendapat keterangan yang jelas. Beberapa ahli berpendapat bahwa nama Pallava berhubungan dengan nama Pahlavi di Persia, sehingga kemungkinan mereka berasal dari Persia.
Menurut penyelidikan terakhir, Pallava tidak lain berasal dari nama suatu suku yang terkenal sebagai pemimpin suku-suku yang jauh dari pusat kerajaan yang menguasai mereka. Pada abad ke -4 pusat pemerintahan kerajaan Pallava berada di dekat kota Madras sekarang, yaitu Kanchi.
Raja-raja yng terkenal adalah Mahendravarman (600-625) dan Narashinhavarman (625-645), keduanya mendirikan candi-candi tempat memuja Dewa Wisnu dan Dewa Syiwa. Kekuasaan raja-raja Pallava berkurang karena terus menerus berperang dengan Chalukya.
Dengan lemahnya kekuatan Kerajaan pallava mengakibatkan bangkitnya kerajaan Chola. Pada pemerintahan rajarajadeva (985) dan anaknya Rajendra Choladeva I (1018), kerajaan Chola menguasai Sailan, Pegu, Martaban di Birma dan Kepulauan Andaman.
Kerajaan-kerajaan tersebut berhubungan dengan sejarah zaman Islam di India utara dan Hindustan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kerajaan-kerajaan Pandya, Chola, dan Karela di India selatan ketiganya amat penting peranannya untuk kebudayaan Hindu – Jawa. Dari daerah itulah orang-orang Hindu pindah ke Indonesia pada awal masehi. Perpindahan itu mungkin disebabkan kerajaan nusantara, atau desakan kemiskinan karena perang dan kerusuhan yang terus terjadi di India selatan.
Keterangan-keterangan tentang perpindahan ke Jawa, Sumatra, dan Kalimantan terdapat dalam prasasti-prasasti berbahasa Tamil dari zaman pandya, Chola, dan Pallava.
Pada akhirnya para ahli kebudayaan dan pendeta Budha juga ikut pindah ke Indonesia. Dari India utara golongan yang datang hendak menyebarkan agama Budha. Mereka dididik terlebih dahulu di kota Kanchi yang terkenal sebagai pusat pendidikan luhur sebelum pindah ke Indonesia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebudayaan Hindu di Indonesia berdasarkan kebudayaan India selatan dari abad permulaan masehi. Pada akhirnya kebudayaan tersebut diolah oleh penduduk Indonesia sendiri sehingga terdapat isi dan corak yang baru, timbullah kebudayaan yang memiliki dasar-dasar kebudayaan Hindu dan Indonesia asli (Hindu dan Jawa).




DAFTAR PUSTAKA

T.S.G, Mulya. India. Sedjarah dan Pergerakan Kebangsaan. Jakarta : Balai Pustaka, 1952.
RAWLINSON, H.G., CIE. 2000. INDIA; A SHORT CULTURAL HISTORY. London : The Cresset Press LTD.

2 komentar:

Posting Komentar

hai pembaca...