Sejarah Dinasti-dinasti Tiongkok

Dinasti Yuan (1279 - 1368,)

Dinasti Yuan merupakan dinasti asing di Tiongkok, karena didirikan oleh Bangsa
Mongol. Pendirinya adalah Kubilai Khan yang bergelar Shizu (1279 - 1294). Peristiwa
terpenting pada jamannya adalah kedatangan Marcopolo, seorang pedagang dari Venezia.
Hal ini menandai persinggungan penting antara Dunia Timur dan Barat, yang kemudian
sempat terhenti selama kurang lebih 600 tahun. Karya besar yang dibangun pada masa ini
adalah perpanjangan terusan yang telah dibangun oleh Kaisar Sui Yangdi, untuk
memudahkan pengiriman gandum dari selatan ke ibu kota mereka. Satu hal luar biasa
yang dapat kita pelajari dari Kubilai Khan adalah toleransinya pada semua agama.

Pada masa kekuasaannya, Agama Buddha, Islam, Kristen, dan lain sebagainya dapat
hidup berdampingan dengan damai. Sikap toleransi pada semua agama ini jelas-jelas
telah mendahului Bangsa Barat, dimana pada saat yang sama di Eropa, orang-orang yang
tidak menganut agama tertentu akan mengalami siksaan yang berat dan bahkan kematian.
Hal selanjutnya yang patut dicatat pada masa pemerintahan Kubilai Khan adalah
serangannya ke Jawa dan Jepang. Kekalahan armada Kubilai Khan waktu menyerang
Jepang dikarenakan tidak mengenal medan lautan, seluruh armadanya tenggelam di laut
Jepang karena dihantam badai taifun, yang memang setiap tahun menerpa Jepang pada
bulan Juli.

Kubilai Khan digantikan oleh cucunya Temur Oljeitu (1294 - 1307), dimana pada masa
pemerintahannya ditandatangani perjanjian perdamaian dengan Jepang. Setelah
kematiannya pada tahun 1307, kekuatan Mongol melemah secara drastis.

Pada masa pemerintahan kaisar Dinasti Yuan terakhir, Toghon Temur (1333 - 1368,)
terjadi banyak bencana alam seperti banjir dan wabah penyakit, yang diduga merupakan
penyakit sampar. Pemberontakan terjadi di mana-mana dan yang terkuat adalah yang di
bawah pimpinan Zhu Yuanzhang. Mereka berhasil merebut ibu kota Dinasti Yuan yang
bernama Dadu pada tahun 1368. Kaisar Toghon Temur melarikan diri ke utara, sehingga
dengan demikian berakhirlah kekuasaan rezim Mongol di Tiongkok.

Dinasti Ming (1368 - 1644)

Setelah berhasil mengusir Bangsa Mongol, Zhu Yuanzhang menobatkan dirinya sebagai
kaisar dengan gelar Ming Daizhu (1368 - 1398). Tahun pemerintahannya disebut dengan
Hongwu, sehingga Beliau juga dikenal dengan sebutan Kaisar Hongwu. Dinasti barunya
tersebut diberi nama Ming.







Pelayaran samudera merupakan salah satu hal yang patut dibanggakan pada masa Dinasti
Ming. Kaisar Yongle (1403 - 1424) telah memerintahkan Admiral Zheng He untuk
mengadakan pelayaran ke selatan menuju negeri-negeri yang jauh. Ia berhasil berlayar
sejauh Afrika (Mogadishu dan Malindi), jauh sebelum Bangsa Barat berhasil mencapai
tempat tersebut serta mencapai Kalkuta dan Kolombo beberapa ratus tahun sebelum
Vasco Da Gama. Zheng He berangkat pada tahun 1405, membawa 63 kapal yang
memuat 27.870 orang (jauh lebih banyak dibandingkan dengan pelayaran Kolombus).
Hal terpuji yang patut kita teladani di sini adalah: meskipun membawa kekuatan besar
tetapi Zheng He tidaklah berusaha menaklukkan atau menjajah negeri-negeri yang
dikunjunginya. Hal ini beda dengan bangsa Barat, dimana
penjelajahan selalu diakhiri dengan penjajahan. Pelayaran samudera ini beberapa ratus
tahun lebih tua dibandingkan dengan Kolombus, sehingga dapat dikatakan bahwa pelopor
penjelajahan samudera yang sebenarnya adalah Zheng He.

Yongle digantikan oleh putera tertuanya Hongxi (1425), yang hanya memerintah setahun,
namun ia memiliki rasa ketertarikan pada astronomi. Ia telah berhasil mengenali bintik
matahari, jauh sebelum bangsa Barat mengenalnya. Kaisar Dinasti Ming yang terkenal
berikutnya adalah Wanli (1573 - 1620). Pada masa kekuasaannya transformasi Tiongkok
menuju negara modernpun diawali. Hasil pertanian dari Amerika, seperti misalnya
jagung, kentang manis, dan kacang meningkatkan produksi pangan dan jumlah penduduk
meningkat hingga menjadi lebih dari 100 juta jiwa atau bertambah dua kali lipat
dibandingkan awal Dinasti Ming. Dinasti Ming terkenal pula dengan keramiknya yang
diekspor ke seantero penjuru dunia. Pada beberapa bagian belahan bumi ini, kita dapat
menjumpai sisa-sisa keramik dari jaman dinasti ini. Sementara itu menjelang akhir
Dinasti Ming, Bangsa Manchu di utara menjadi bertambah kuat. Pemimpin mereka
Nurhachi beserta puteranya Aberhai pada awal abad ketujuh belas berhasil merebut
Liaoning dari tangan Dinasti Ming. Setelah merasa kuat mereka mendirikan dinasti
sendiri yang diberi nama Qing (1626).

Kaisar Dinasti Ming terakhir adalah Chongzhen (1628 - 1644), pada jamannya terjadi
pemberontakan yang dipimpin oleh Li Zicheng. Ia berhasil merebut Beijing, ibukota
Dinasti Ming pada Bulan April 1644, menyatakan dirinya sebagai kaisar dan mendirikan
Dinasti Xun. Kaisar Chongzhen bunuh diri dengan cara menggantung diri dan pada saat
yang sama dengan kematiannya, berakhir pulalah Dinasti Ming.

Jenderal Wu Sangui yang ditugaskan menjaga perbatasan masih setia pada Dinasti Ming,
maka ia meminta tolong Bangsa Manchu yang saat itu dipimpin Shunzhi (1644 - 1661)
untuk mengusir Li Zicheng. Tetapi ternyata setelah Li berhasil diusir, Bangsa Manchu
tidak bersedia meninggalkan Tiongkok, sehingga dengan demikian berawalah kekuasaan
Dinasti Qing di Tiongkok.

Dinasti Song (960 - 1268,)

Zhao Kuangyin, seorang jenderal dari Dinasti Zhou Akhir, berhasil mempersatukan
Tiongkok kembali dan mendirikan Dinasti Song. Gelarnya adalah Song Taizu (960 -
976). Catatan sejarah menyatakan bahwa ia telah dipaksa oleh para prajuritnya untuk







mengenakan jubah kekaisaran serta menjadi penguasa baru mereka. Setelah menjadi
kaisar, karena merasa khawatir para anak buahnya memberontak terhadap dirinya, ia
kemudian membujuk mereka agar mengundurkan diri secara sukarela. Prestasi lain Zhao
Kuangyin adalah keberhasilannya di dalam menghapuskan kekuasaan para gubernur
militer setempat, sehingga politik menjadi lebih stabil. Para ahli sejarah membagi Dinasti
Song ini menjadi dua, yakni Song Utara (960 - 1126) dan Song Selatan (1126 - 1279).

Penemuan pada masa Dinasti Song antara lain adalah uang kertas yang pertama di dunia.
Uang kertas ini pertama kali diberlakukan pada masa pemerintahan Kaisar Renzong
(1022 - 1063) dan dicetak di Chengdu, Sichuan pada tahun 1024. Latar belakang
dipergunakannya uang kertas ini adalah kemajuan dalam bidang ekonomi yang luar biasa,
sehingga permintaan akan uang logam meningkat. Oleh karena uang logam cukup berat
untuk dibawa-bawa serta menyita tempat yang lebih banyak, maka diciptakanlah uang
kertas untuk mewakili nilai uang logam tersebut.

Prestasi lainnya adalah pembuatan jam bertenaga air pada tahun 1090 di Kaifeng, serta
penemuan teknik mencetak, yang sekitar 500 tahun sebelum Gutenberg (penemu mesin
cetak di Barat).

Pada saat yang bersamaan dengan Dinasti Song, di Utara berdirilah Kerajaan Liao dan
Jin. Kedua kerajaan tersebut didirikan oleh suku semi nomadik yang berasal dari
Manchuria. Kerajaan Liao ini kemudian menjadi ancaman bagi Dinasti Song, maka
Dinasti Song kemudian bersekutu dengan Suku Jin (Jurchen) untuk bersama-sama
mengalahkan Liao. Setelah Liao berhasil dikalahkan giliran Jin menjadi ancaman bagi
Song. Pada tahun 1127 mereka menyerbu dan menaklukkan Kaifeng, ibu kota Dinasti
Song Utara dan bahkan Kaisar Huizong (1101 - 1125) serta Qinzong (1126) berhasil
ditawan oleh mereka. Penawanan ini menandai berakhirnya periode Dinasti Song Utara.

Penemuan besar pada masa ini adalah kompas yang sangat berguna bagi pelayaran pada
tahun 1119. Penemuan ini yang merupakan pertama di dunia ini memajukan pelayaran
secara besar-besaran.

Dinasti Song terselamatkan oleh seorang pangeran muda bernama Zhao Gou yang
berhasil melarikan diri ke selatan. Ia memindahkan ibu kotanya ke Hangzhou di sebelah
selatan setelah Kaifeng jatuh ke tangan Bangsa Jin. Gelarnya setelah menjadi kaisar
adalah Gaozong (1127 - 1162) dan Periode Dinasti Song Selatanpun mulailah.

Pada tahun 1141 ia menandatangani perjanjian perdamaian dengan Jin, menerima status
sebagai negara bawahan dan membayar upeti sebesar 500.000 unit sutra dan perak.
Tindakan ini menunjukkan bahwa Zhao Gou bukanlah kaisar yang bijaksana, dia
menyerah kepada Jin dalam keadaan jenderalnya menang dalam peperangan, sejarah
mencatat dia adalah seorang raja yang menjual negara dan rakyatnya sampai anak cucu,
dengan kehilangan setengah dari wilayah dinastinya.

Pengganti Gaozong, Xiaozong (1163 - 1190) membawa Tiongkok memasuki jaman
penjelajahan samudera, yang jauh mendahului bangsa Barat. Ilmu navigasi dan







pembuatan kapal segera mencapai puncaknya dan kapal Tiongkok menjadi yang paling
maju pada saat itu. Kapasitasnya berkisar antara 200 - 600 ton. Salah satu kapal Dinasti
Song yang ditemukan kembali, panjangnya mencapai 40 m dan lebarnya mencapai 10m.
Benar-benar suatu prestasi yang luar biasa.

Sementara itu di utara Bangsa Mongol telah menjadi semakin kuat. Pada mulanya Bangsa
Mongol adalah taklukan dari Kerajaan Jin, namun pada akhirnya mereka berhasil
mengalahkan Jin dan mendirikan kerajaan sendiri, di bawah Genghis Khan. Bangsa
Mongol segera menjadi ancaman baru bagi Dinasti Song Selatan.

Pada masa pemerintahan Kaisar Duzong (1265 - 1274) mereka berusaha menaklukkan
Tiongkok dan akhirnya berhasil merebut kota Xianyang, yang merupakan benteng
pertahanan utama Dinasti Song. Hilangnya Xianyang sangat melemahkan pertahanan
Song dan membuka jalan bagi penyerbuan ke selatan. Pengganti Duzong: Gongzong
(1275), Duanzong (1276 - 1278),, dan Bingdi (1279), menghabiskan sebagian waktu
mereka dalam pelarian dan kejaran pasukan Mongol.

Pada tahun 1279, serangan pasukan Mongol memaksa keluarga kerajaan untuk melarikan
diri ke laut, namun akhirnya Mongol berhasil mengepung mereka kembali. Ketika
melihat tidak ada harapan lagi, salah seorang menteri yang setia pada Dinasti Song
bernama Lo Shiufa, memeluk Bingdi dan bersama-sama menceburkan diri ke laut.
Peristiwa ini menandai berakhirnya Dinasti Song.

Dinasti Sui (581 - 618,)

Tiongkok baru dapat bersatu kembali di bawah pemerintahan Dinasti Sui (581-618,) yang
didirikan oleh Yang Jian dengan gelarnya Sui Wendi (581-604). Beliau merupakan
seorang raja berkemampuan tinggi, yang sanggup memulihkan perdamaian setelah masa
kacau selama ratusan tahun. Untuk membantunya dalam memerintah ia juga menunjuk
menteri-menteri yang pandai serta berusaha untuk meningkatkan pertanian.

Pengganti Yang Jian, Kaisar Sui Yangdi (604 - 617) sayangnya bukan kaisar yang cakap
dan lebih mementingkan bermewah - mewah ketimbang mengurus masalah kenegaraan.
Dengan mengabaikan protes para menterinya, Yangdi memerintahkan pembangungan ibu
kota kedua, Luoyang. Dua juta pekerja telah diperintahkan untuk membangun istana
megah serta danau buatan di kota tersebut lengkap dengan tamannya yang memiliki luas
155 km2. Kala musim dingin tiba, pada pohon-pohon di taman tersebut digantungkan
daun dan bunga-bungaan dari sutra. Kaisar Yangdi melanjutkan pembangunan terusan
yang telah dimulai oleh Kaisar Sui Wendi yang menghubungkan utara dan selatan, mulai
dari lembah Sungai Yangzi hingga mencapai daerah Beijing sekarang. Terusan sepanjang
kurang lebih 2000 km tersebut dapat dikatakan merupakan salah satu mahakarya Bangsa
Tionghoa, karena dibangun sekitar 12 abad lebih dahulu dibandingkan dengan
pembangungan Terusan Suez oleh bangsa Barat. Kejatuhan Yangdi dipercepat oleh
usahanya yang gagal untuk menaklukkan Korea, dimana hal tersebut sangat
menghabiskan sumber daya negara.







Pada masa akhir pemerintahannya Sungai Huanghe meluap yang mengakibatkan
penderitaan di kalangan rakyat. Kerusuhan terjadi di mana-mana. Li Yuan seorang tokoh
militer dari Utara menaklukkan ibu kota Chang-an dan Yangdipun melarikan diri ke
selatan, di mana ia dicekik sampai mati oleh putera seorang menteri yang pernah
dipermalukannya.

Li Yuan kemudian mengangkat cucu Yangdi sebagai Kaisar Gongdi (617-618,) dan ia
sendiri menjadi walinya, tetapi setahun kemudian diturunkannya dari tahta dan ia sendiri
mengangkat dirinya sebagai kaisar dengan gelar Tang Gaozong (618 - 626). Dengan
demikian berakhirlah Dinasti Sui dan masa kekuasaan Dinasti Tangpun mulailah.

Dinasti Tang (618 - 906)

Setelah Dinasti Tang berdiri keadaan tidaklah langsung aman.
Selama kurang lebih enam tahun kekacauan yang diakibatkan oleh pertikaian antar
berbagai fraksipun berkecamuk. Li Yuan dengan dibantu puteranya Li Shimin berjuang
keras untuk memulihkan perdamaian. Usaha ini akhirnya berhasil dan meletakkan dasar
bagi kestabilan politik di sepanjang sejarah Dinasti Tang.

Li Yuan adalah seorang yang berbelas kasih, ia menjamin kelangsungan hidup para
keluarga raja Dinasti Sui. Pada tahun 626 ia turun tahta dan digantikan oleh puteranya, Li
Shimin, yang bergelar Kaisar Tang Taizong (626 - 649). Di bawah pemerintahan
Taizong, Tiongkok menjadi negara adikuasa. Dengan kecerdasannya dalam bidang
politik yang mengkombinasikan kekuatan militer dan diplomasi, serta memecah belah
suku-suku di sekitarnya, ia menjadikan Tiongkok sebagai negara terkuat di Asia Utara. Ia
menghancurkan sepenuhnya kekuatan suku - suku Turki Timur dan berhasil menguasai
Daerah Ordos serta Mongolia Dalam.

Pada masa kekuasaan Taizong hubungan antara timur dan barat makin terbuka dan
Chang-an, ibu kota Dinasti Tang menjadi kota terbesar dan termegah pada jamannya.
Salah satu prestasi terkenal pada masa kini adalah perjalanan Bhikshu Xuanzang
(kembali ke Chang-an pada tahun 645) untuk mengambil kitab suci Tripitaka di India,
dimana perjalanan ini mengandung semangat penjelajahan yang baru menghinggapi
bangsa barat sekitar 600 tahun kemudian. Rute perjalanannya mirip dengan rute
Marcopolo, sehingga Xuanzang terkadang disebut sebagai Marcopolonya Tiongkok.

Pengganti Taizong adalah kaisar-kaisar lemah. Berturut-turut Tiongkok diperintah oleh
Gaozong (649 - 683), Zhongzong (684; 705 - 710), dan Ruizong (684 - 690; 710 - 712).
Kaisar Gaozong adalah seorang yang lemah secara fisik, sehingga akhirnya sedikit demi
sedikit kekuasaan jatuh pada selir kesayanganya yang ambisius, bernama Wu Zetian (690
- 705). Ketika Gaozong terkena stroke pada tahun 660 dan mengalami kebutaan serta
kelumpuhan, Wu mulai bertindak atas nama suaminya di dalam memegang kekuasaan
kenegaraan.

Setelah kematian suaminya, Wu mengangkat berturut-turut dua orang kaisar, yakni
Zhongzong dan Ruizong sebagai kaisar boneka, sebelum akhirnya pada tahun 690, ia







mengangkat dirinya sendiri sebagai kaisar dan menyebut Dinastinya dengan nama Zhou.
Namun sayang sekali Wu lupa diri dan melakukan tindakan yang bertentangan dengan
moralitas di istananya. Penyuapan dan korupsi marak di mana-mana, sehingga sang
kaisar wanitapun kehilangan simpati rakyat. Pada tahun 705 setelah gagal
menyelamatkan kekasih-kekasihnya dari pembunuhan oleh pengawal istana yang marah,
Ratu Wu turun tahta. Kaisar Zhongzong dan Ruizong naik tahta kembali, sehingga
dengan demikian Dinasti Tang bangkit kembali.

Kebudayaan dan kesenian dinasti Tang makin berkibar pada masa kaisar berikutnya yang
bergelar Xuanzong (712 - 756), dimana ia juga merupakan seorang seniman. Salah satu
prestasi besarnya adalah pembuatan patung lembu yang terbuat dari besi tuang, dimana
patung tersebut ditemukan kembali pada tahun 1989 sejumlah empat buah.

Hasil karya tersebut menunjukkan betapa majunya Tiongkok di dalam seni pengolahan
dan pengecoran logam. Ilmuwan terkenal pada masa Xuanzong adalah Yixing (683 -
727), yang sekaligus merupakan seorang Bhikshu Buddha. Ia adalah orang pertama yang
menghitung panjangnya garis bujur bumi dan penemu sebuah alat yang khusus
dipergunakan untuk mengukur panjang lingkaran garis bujur. Yixing juga merupakan
penterjemah beberapa kitab-kitab suci Buddhis dari Bahasa Sansekerta ke Bahasa
Mandarin (antara lain Kitab Mahavairocana Sutra) sehingga memperkaya kesusasteraan
Tiongkok.

Kaisar-kaisar Dinasti Tang setelah Xuanzong merupakan kaisar-kaisar yang lemah dan
masa akhir Dinasti Tang ditandai dengan kekacauan dan pemberontakan. Salah satu
pemberontakan terbesar yang menggoyahkan Dinasti Tang adalah pemberontakan An
Lushan yang berlangsung hingga tahun 763 selama pemerintahan dua kaisar, yakni
Suzong (756 - 762) dan Daizong (762 - 779). Pemberontakan ini menyita kekayaan dan
kekuatan Dinasti Tang. Kelemahan Dinasti Tang ini tidak disia-siakan oleh Bangsa Tibet
yang berulang kali menyerang Tiongkok hingga tahun 777. Hingga menjelang akhir
hayatnya, para kaisar terakhir Dinasti Tang gagal untuk mempertahankan kekuasaannya
atas para gubernur setempat. Bahkan jarang dari para kaisar tersebut yang memerintah
lebih dari 15 tahun. Salah seorang dari para gubernur yang makin kuat tersebut, Zhu
Wen, membunuh Kaisar Zhaozong (888 ¡V 904), serta mengangkat putera
kesembilannya, Aidi (904 - 907) sebagai kaisar boneka. Namun pada akhirnya ia sendiri
mengangkat dirinya sebagai kaisar serta memproklamasikan berdirinya Dinasti Liang
Akhir, sehingga berakhirlah Dinasti Tang.

Selama periode berikutnya, Tiongkok kembali mengalami perpecahan dan kekacauan.
Lima dinasti secara berturut-turut berkuasa di utara (Liang Akhir, Tang Akhir, Jin Akhir,
Han Akhir, dan Zhou Akhir), sementara itu di selatan terdapat sepuluh kerajaan. Oleh
karenanya periode sejarah ini dinamakan Wu Dai Shi Guo (Lima Dinasti dan Sepuluh
Kerajaan).

Dinasti Qing (1644 - 1912)

www.rajaebookgratis.com








Dinasti Qing sama dengan Yuan merupakan dinasti bangsa asing di Tiongkok, karena
didirikan Bangsa Manchu, dan sekaligus merupakan dinasti terakhir di Tiongkok.
Shunzhi yang merupakan kaisar pertamanya harus berjuang keras untuk membersihkan
Tiongkok dari sisa-sisa Dinasti Ming secara bertahap.

Peristiwa penting yang patut dicatat adalah kunjungan duta besar Macartney dari Inggris
untuk membuka hubungan bagi Tiongkok dan dunia Barat, namun sayangnya hubungan
dengan bangsa Barat ini kelak diakhiri dengan penjajahan beberapa bagian Tiongkok.
Kunjungan ini terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Qianlong (1736 - 1795) dan
bertujuan untuk membuka hubungan dagang serta kedutaan di Tiongkok. Tetapi
Qianlong menjawabnya dengan pernyataan, "Aku tidak menghargai sedikitpun barang
aneh ataupun luar biasa dan tidak memerlukan hasil dari negara Anda". Utusan ini dapat
dinilai sebagai suatu kegagalan.

Qianlong digantikan oleh putera kelimanya Jiaqing (1796 - 1820), pada masanya
berkembanglah perasaan anti Manchu di kalangan Bangsa Tionghoa, yang mendorong
timbulnya berbagai perkumpulan rahasia untuk menggulingkan Dinasti Qing, seperti
misalnya perkumpulan Teratai Putih.

Pada masa kaisar berikutnya Daoguang (1821 - 1850), terjadilah peristiwa penting dalam
sejarah Tiongkok, yakni Perang Candu. Latar belakang perang ini adalah sebagai berikut:
semenjak kegagalan kunjungan Macartney dilakukanlah perdagangan segitiga. Pembelian
sutra dan teh oleh Inggris dari Tiongkok dibayar dengan opium yang berasal dari India.
Oleh karena masuknya candu ke Tiongkok ini, maka menyebabkan makin berlipat
gandanya pecandu, sehingga akhirnya Tiongkok harus mengimpor candu dari pihak
Inggris, dimana selama kurun waktu 40 tahun, impor candu telah membengkak dari 1000
kotak menjadi 40.000 kotak. Makin meningkatnya pecandu opium ini melemahkan
negara dengan dua cara, yakni melemahnya sumber daya manusia serta mengalirnya
kekayaan negara ke barat. Menimbang makin meningkatnya pencandu opium yang pada
tahun 1830-an sudah mencapai 10 juta jiwa, maka Kaisar Daoguang memutuskan untuk
mengeluarkan surat perintah pada Lin Zexu (1785 - 1850) untuk menekan perdagangan
candu tersebut. Sebagai pelaksanaan titah kaisar tersebut Lin menyita dan membakar
candu milik Inggris. Ada beberapa hal yang jarang disebutkan oleh para penulis Barat,
sesungguhnya candu tersebut bukan hanya sekedar disita, tapi Tiongkok bersedia
memberi ganti rugi berupa uang perak 10 tael serta teh 1 bal utk setiap peti candu. Lin
juga sebelumnya telah menulis surat ke Ratu Inggris dan memohon utk menghentikan
kegiatan perdagangan candu via EIC (East India Company) sebelum mengambil tindakan
tegas. Pihak Inggris marah dan menyatakan perang kepada Tiongkok sehingga
meletuslah Perang Candu (1840 - 1842). Perang ini diakhiri dengan kekalahan Tiongkok,
karena persenjataan barat yang lebih canggih serta makin melemahnya kekuatan Dinasti
Qing sendiri.

Pada masa selanjutnya kita dapat melihat bahwa kekuatan barat makin leluasa menguasai
Tiongkok secara perlahan-lahan. Pemberontakan yang terjadi di mana-mana juga makin
memperlemah Dinasti Qing.








Pemberontakan Taiping (1850 - 1864) merupakan pukulan besar bagi Dinasti Qing, yang
terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Xianfeng (1851 - 1861). Pemimpinnya adalah
Hong Xiuquan, seseorang yang terpengaruh oleh Agama Kristen. Pada mulanya bangsa
Barat bersimpati pada pemberontakan ini, namun setelah mengetahui bahwa Hong
mempunyai doktrin yang agak "miring", dengan menyatakan diri sebagai adik Yesus
Kristus, maka bangsa Baratpun berbalik mendukung Dinasti Qing. Pemberontakan ini
pada akhirnya berhasil dipadamkan dengan bantuan barat sehingga menunjukkan makin
bergantungnya Tiongkok pada barat.

Sentimen anti-Manchu berkembang subur di mana-mana, salah seorang tokoh paling
menonjol adalah Sun Yatsen, dimana ia pada akhirnya pada tanggal 15 Februari 1912
berhasil membuat kaisar terakhir Dinasti Qing, Puyi (1909 - 1911) turun tahta. Tiongkok
menjadi negara republik. Runtuhlah sistim dinasti yang telah berlangsung selama kurang
lebih 5000 tahun semenjak Yu, pendiri Dinasti Xia hingga Puyi, kaisar terakhir
Tiongkok

0 komentar:

Posting Komentar

hai pembaca...