My Journey on Chasing Dreams (Beasiswa keluar negeri) Part 2

Setelah memutuskan mengambil tes ielts kedua tepatnya bulan November 2016, saya kembali belajar mati-matian. Ibaratnya seperti lirik lagu Peterpan, kaki di kepala, kepala di kaki! huuuh! Saya mulai benar-benar memfokuskan diri belajar secara otodidak setelah hampir dua bulan mengikuti kursus ielts di Balai Bahasa & Budaya Universitas Negeri Malang. I think, everything went well until the result came out. So unexpected thing! writing saya untuk kedua kalinya 5.5! Padahal di sesi writing ini usaha saya sudah sangat maksimal, sangat! Tapi apa mau dikata, yang penting skor minimal 6.5 sudah didapat dan teramat sadar akan lebih sulit memilih kampus dengan reputasi terbaek. Mengawali tahun 2017, belum ada tanda-tanda pembukaan pendaftaran LPDP. Di sela-sela itu, saya mempersiapkan diri untuk beasiswa AAS (tahun 2016 saya gagal di tahap awal). Dengan modal sedikit nekat, saya mutusin milih research course (wkwkwk, berasa gak tau diri). Tapi bukan sembarangan, saya mengerjakan research proposal dengan amat hati-hati dan teliti. Sampai melakukan korespondensi dengan reseacher di Monash University (Dr. Leony Kronborg, kepala riset dibidang gifted education, meski endingnya doi bilang kesempatan kecil bagi saya untuk bisa masuk) bulan Juni saya dapat email kalo tidak lolos seleksi berkas. Saya tidak mau lama-lama terpuruk karena kegagalan AAS yang kedua kalinya. Move on ke LPDP, yang akhirnya di buka pada bulan Februari. Saya tidak benar-benar mempersiapkan berkas setelah dinyatakan tidak lolos AAS. Satu per satu persyaratan pendaftaran saya lengkapi, mulai LoA Unconditional, surat keterangan sehat+bebas narkoba+bebas TBC, dan terpenting tiga essay yang harus benar-benar ditulis dengan teliti! Tiga essay berhasil saya selesaikan dalam kurun waktu satu bulanan (Inget! selalu minta teman untuk baca essay kita). Segala persiapan beres, satu minggu sebelum deadline penutupan pendaftaran, saya submit! to be continued...

0 komentar:

Posting Komentar

hai pembaca...